REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar menyebut banyak faktor yang menjadi penyebab meningkatnya jumlah kepala daerah yang terkena masalah korupsi. Dari data Kemendagri menunjukkan dalam kurun waktu 2014-2018, terdapat 107 kasus permasalahan hukum yang melibatkan kepala daerah/wakil kepala daerah.
Sebanyak 93 kasus diakibatkan karena kasus korupsi dan suap. Meski demikian, Kemendagri terus mengingatkan kepala daerah untuk menjauhi area rawan korupsi. "Banyak faktor penyebabnya, padahal kami terus ingatkan dalam berbagai kesempatan agar kepala daerah menghindari area rawan korupsi," kata Bahtiar dalam siaran pers, Kamis (10/10).
Bahtiar menyebut salah satu faktor penyebabnya di antaranya proses pemilihan yang relatif mahal, serta sistem rekrutmen yang lebih mengedepankan elektabilitas dibandingkan integritas. "Sistem rekrutmen pemimpin daerah yang lebih mengedepankan elektabilitas dan popularitas dibandingkan integritas dan kapasitas personal turut menjadi penyumbang yang besar hadirnya kepala daerah yang tersangkut masalah hukum," ujarnya.
Menurutnya, biaya politik terhadap pelaksanaan Pilkada memang menjadi PR bersama. Pendidikan politik terhadap calon kepala daerah dan utamanya masyarakat sebagai pemilih mungkin dapat menjadi solusi jangka pendek. Jangka panjangnya adalah dengan meninjau kembali regulasi terhadap proses pelaksanaan Pilkada, sehingga dimungkinkan terlaksananya proses Pilkada yang berbiaya murah.
Tak hanya itu, besarnya kekuasaan atau wewenang kepala daerah di antaranya pengelolaan APBD, pengangkatan pejabat (sebagai PPK), serta penerbitan surat-surat perizinan juga berpotensi memunculkan korupsi dan suap.
"Lemahnya akuntabilitas pengawasan terhadap Kepala Daerah serta diskresi terhadap suatu permasalahan yang harus dilakukan kepala daerah ketika aturan hukum tidak memayungi juga dapat berakibat memunculkan permasalahan hukum di kemudian hari," terangnya.
Gaya hidup pemimpin yang berusia relatif muda dan juga konsumtif menjadi salah satu faktor penyebabnya. "Gaya hidup pemimpin yang berusia relatif muda yang kadang kala bergaya dan konsumtif juga dapat menjadi pemicu munculnya perilaku korupsi. Persoalan integritas pemimpin muda menjadi hal yg perlu menjadi perhatian," kata Bahtiar.
Upaya yang terus dilakukan pemerintah dan KPK serta penegak hukum lainnya dalam mengatasi persoalan ini antara lain dengan memberikan pendidikan antikorupsi, penekanan tentang pentingnya
Upaya Pencegahan yang sering dilakukan dalam Diklat Orientasi Kepala Daerah.
Berikutnya, penguatan regulasi terhadap pengawasan jalannya pemerintahan, salah satunya dengan memperkuat APIP daerah agar diberi kewenangan dapat melakukan pemeriksanaan kepada kepala daerah.
"Kampanye kita untuk para penyelenggara negara menjauhi area rawan korupsi terus kita tingkatkan, dan tentunya juga perlu mendapat dukungan semua pemangku kepentingan," ujarnya.