Rabu 18 Sep 2019 11:24 WIB

Ketua KPK: Ikhtiar Lawan Korupsi tak Boleh Berhenti

Pimpinan KPK telah membentuk tim transisi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Anggota wadah pegawai KPK bersama Koalisi Masyarakat sipil antikorupsi melakukan aksi
Foto: Republika/Prayogi
Anggota wadah pegawai KPK bersama Koalisi Masyarakat sipil antikorupsi melakukan aksi "Pemakaman KPK" di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Setelah DPR bersama Pemerintah mengesahkan Revisi Kedua UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Selasa (17/9) kemarin, Ketua KPK, Agus Rahardjo menegaskan pada seluruh pegawai KPK agar tetap menjalankan tugas sebagaimana mestinya.

"Ikhtiar kita melawan korupsi tidak boleh berhenti. Kami langsung pada kalimat inti ini agar kita paham dan tidak ragu sedikitpun untuk tetap melaksanakan tugas sebagaimana mestinya", demikian disampaikan Agus Rahardjo pada seluruh insan KPK melalui email internal, Rabu (18/9).

Baca Juga

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan email internal tersebut menjadi penyemangat di tengah kondisi yang serba sulit yang saat ini tengah dilewati KPK. "KPK tidak boleh patah arang dan berhenti melakukan tugas pemberantasan korupsi," tegas Febri.

Untuk tetap memaksimalkan pelaksanaan tugas tersebut, lanjut Febri, pimpinan telah membentuk tim transisi yang menjalankan tugas-tugas prinsip seperti melakukan analisis terhadap materi-materi di RUU KPK yang telah disahkan di paripurna tersebut. Kemudian, mengidentifikasi konsekuensi terhadap kelembagaan, SDM dan pelaksanaan tugas KPK baik di penindakan ataupun pencegahan dan unit lain yang terkait.

"Serta merekomendasikan tindak lanjut yang perlu dilakukan secara bertahap pada Pimpinan," ucap Febri.

Lebih lanjut Febri mengatakan, KPK juga melihat ada sejumlah perubahan aturan yang berbeda dengan poin-poin yang disampaikan Presiden sebelumnya, dan perubahan tersebut memang bisa memperlemah kerja KPK. Oleh karenanya, untuk mencegah efek yang terlalu buruk, KPK akan segera menyisir setiap pasal dan ayat yang ada di UU tersebut.

"KPK juga tidak mau harapan publik terhadap pemberantasan korupsi selesai sampai ketokan palu paripurna DPR kemarin. Karena itu kami juga harus berkomitmen tetap terus menjalankan ikhtiar pemberantasan korupsi ini," tegas Febri.

"Dalam sejarahnya, baik di Indonesia atau di negara manapun di dunia, ikhtiar pemberantasan korupsi memang selalu harus melewati rintangan demi rintangan. Kami akan berupaya semaksimal mungkin melewatinya bersama-sama dengan seluruh pihak yang bersedia menjadi bagian dari gerakan antikorupsi ini," tambahnya.

DPR mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) untuk menjadi UU. Keputusan itu diambil dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (17/9). Dalam Rapat Paripurna DPR yang dihadiri 80 anggota dewan, sebanyak tujuh poin yang disepakati Baleg DPR bersama Pemerintah terkait revisi UU KPK.

Berikut tujuh poin tersebut:

Kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam pelaksanaan kewenangan dan tugasnya tetap independen; pembentukan Dewaan Pengawas; pelaksanaan penyadapan; mekanisme penghentian penyidikan dan atau penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK.

Selanjutnya, koordinasi kelembagaan KPK dengan lembaga penegak hukum yang ada sesuai dengan hukum acara pidana, kepolisian, kejaksaan dan kementerian atau lembaga lainnya dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi; mekanisme penggeledahan dan penyitaan; dan sistem kepegawaian KPK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement