REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bentrokan terjadi antara massa unjuk rasa dengan aparat keamanan di Kabupaten Deiyai, Papua, Rabu (28/8) sore. Akibat bentrokan tersebut, satu orang anggota TNI meninggal dunia karena terkena sabetan dan busur panah.
"Memang ada anggota kita yang meninggal. Sekarang lagi kita evakuasi ke Nabire. Besok kita upayakan evakuasi ke Jakarta," ungkap Kapendam XVII/Cenderawasih, Letkol CPL Eko Daryanto melalui sambungan telepon, Rabu (28/8).
Eko menjelaskan, sebelum bentrokan terjadi, aparat keamanan kepolisian maupun TNI sudah mengetahui akan ada aksi di depan Kantor Bupati Deiyai. Polri menyiapkan 100 personel dan TNI menyiapkan dua satuan setingkat pleton (SST).
Mulanya hanya ada 100 orang yang berkumpul, kemudian menyusul belakangan kurang lebih sebanyak 1.000 orang. Aksi dimulai pukul 09.00 WIT. "Bergabung ke yang 100 tadi dan langsung mereka ada aksi demo ke situ untuk meminta bupati tuntutannya," ujar dia.
Kemudian, ia menuturkan, ada kemungkinan respons dari pemerintah daerah tersebut kurang cepat. Akibatnya, memicu massa unjuk rasa bertindak anarkistis. Eko mengatakan, awalnya massa menjadikan gedung kantor Bupati Deiyai sebagai sasaran lemparan batu.
"Tuntutan mereka kurang direspons akhirnya anggota kita jadi sasaran anarkis. Yang parah korban terkena panah dan parang," katanya.
Sejauh ini, Eko mengatakan, pihaknya belum mengetahui siapa yang melakukan penyerangan tersebut. Ia hanya mengetahui, hal tersebut dilakukan oleh massa aksi. Ia menduga ada kelompok tertentu yang ikut berbaur di tengah massa.
"Kalau awalnya aksi memang massa masyarakat murni, kalau dibilang ada di dalamnya kelompok-kelompok itu sudah pastilah. Tidak mungkin masyarakat ini bisa berbuat begitu anarkis," ungkapnya.