REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum TKN Jokowi-Ma'ruf berpendapat Tim Hukum BPN Prabowo-Sandi hanya berimajinasi soal kecurangan pemilu yang TSM (Terstruktur, Sistematis dan Massif).
Hal ini disampaikan Tim Hukum TKN Jokowi-Ma'ruf I Wayan Sudirta dalam jawabannya menanggapi pemohon saat sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (18/6).
"Upaya pemohon yang gugatan ini bersifat TSM hanya imajinatif, apalagi dengan merujuk UU lama yang nyata-nyata sudah tidak relevan dengan persidangan MK saat ini, yang hanya membahas hasil pemilu," kata I Wayan Sudirta di hadapan Majelis Hakim MK.
Wayan mencontohkan soal hasil perolehan suara yang diklaim kubu Prabowo-Sandi yang sempat naik dan turun. Pemohon juga tidak menguraikan berapa banyak perolehan suara yang diklaim Pemohon.
"Yakni suara yang diraih Pemohon lebih unggul daripada Pihak Terkait dengan persentase 52,2 persen menurut exit poll internal Badan Pemenangan Nasional seperti yang disampaikan pada 17 April 2019 di Kertanegara, Jakarta," ungkapnya.
Kemudian muncul klaim soal angka kemenangan 62 persen pada keesokan harinya. Selanjutnya, pada 14 Mei BPN mengumumkan hasil perolehan kemenangan yang mencapai 54,24 persen.
"Berapa sebenarnya angka kemenangan yang diklaim. Tidak berlebihan jika disebut klaim kemenangan pemohon tersebut imajinatif," terangnya.
Apalagi, lanjut Wayan, ketika rujukan pemohon masih menggunakan UU yang lama dengan menggunakan yurisprudensi pilkada, maka sudah tidak relevan. Saat ini, kata ia, konteks TSM pembuktiannya adalah kewenangan Nawaslu bukan MK. "Selain itu pembentuk UU juga memberi kewenangan MK hanya soal perselisihan hasil pemilu, tambahnya.
Wayan juga menjawab soal tuduhan ketidaknetralan aparat keamanan negara dan intelejen. Menurut dia, penyelenggaraan pemilu 2019 telah berlangsung secara aman dan damai, masyarakat berpartisipasi pemilu tanpa tekanan dari manapun melaksanakan hak konstitusionalnya.
Ditambah tingginya angka partisipasi mencapai angka 81 persen. Lebih tinggi dibanding pada pemilu 2014 dengan partisipasi 72 persen.
"Dengan demikian tuduhan yang dialamatkan amat tendensius, apalagi tuduhan itu tidak disertai dengan pembuktian siapa pelaku dan dimana terjadinya," jelasnya.