Senin 27 May 2019 06:03 WIB

Layangan dan Misteri Kematian Harun Al Rasyid

Republika mendatangi tempat kejadian penganiayaan seperti terekam video yang viral.

Rep: Nawir Arsyad Akbar, Nugroho H abibi/ Red: Elba Damhuri
Kondisi rumah duka korban kekerasan 22 Mei, Muhammad Harun Al Rasyid di RT 09/RW 10 Nomor 81, Duri Kepa, Jakarta Barat, Sabtu, (25/5).
Foto: Nugroho Habibi/Republika.co.id
Kondisi rumah duka korban kekerasan 22 Mei, Muhammad Harun Al Rasyid di RT 09/RW 10 Nomor 81, Duri Kepa, Jakarta Barat, Sabtu, (25/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Muhammad Harun Al Rasyid, remaja berusia 15 tahun yang meninggal dunia selepas kericuhan 22 Mei menjadi buah bibir belakangan. Rerupa kisah soal kematiannnya yang tragis bermunculan. Apa yang sebenarnya terjadi pada remaja itu?

Kepada Republika, ayah Harun, Didin Wahyudin, mengatakan belum mengetahui dengan pasti musabab meninggalnya anaknya tersebut. "Ada yang bilang anak saya lagi berdiri di atas mobil, anak saya ditembak. Ada video lagi, katanya anak saya diseret di sebuah lapangan dipukuli," ujar Didin di kediamannya, Ahad (26/5).

Saat pertama kali mendengar anaknya meninggal, Didin langsung bergegas menuju RS Dharmais, yang tak jauh dari lokasi kerusuhan saat itu. Namun, Harun rupanya telah dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara TKI R Said Sukanto (RS Polri).

Ketika ingin mengambil jenazah anaknya, ia sudah melihat Harun dibalut dengan kain kafan berwarna putih sehingga Didin tak bisa melihat bagian lain tubuh anaknya tersebut. "Yang menjadi masalah itu adalah anak saya sehat, pulang-pulang menjadi jenazah," kata Didin.

Nurma, salah seorang tetangga dekatnya, menuturkan, Harun adalah anak kedua dari tiga bersaudara, diapit kakaknya Anisa dan adiknya Zahra. Seperti anak pada umumnya, kata Nurma, Harun biasanya bergaul dengan teman-teman sebayanya dan terkadang bermain di sekitar sekolah SMP Islam Assa’adatul Abadiyah, Petamburan, Jakarta Barat, yang tak jauh dari lokasi kericuhan sepanjang Selasa (21/5) hingga Kamis (23/5).

"Daerah itu dekat dengan sekolah dia. Dia tidak asing dengan lokasi sekitar," ujar Nurma.

Ia mengenang, sehari sebelum kericuhan meletus, mendapati Harun meminta uang sebesar Rp 5.000 untuk membeli layang-layang.

"Itu layang-layangnya masih ada di rumah. Anak itu (Harun) biasanya juga ikut memukul beduk sahur untuk membangunkan warga," kata Nurma saat ditemui Republika di rumah duka, Duri Kepa Nomor 81, RT 09/RW 10, Jakarta Barat, Sabtu, (25/5).

Dia menjelaskan, Harun terbilang cukup dimanjakan oleh kedua orang tuanya. "Bahkan pada waktu sahur, dia masih disuapin. Artinya, masih anak-anak banget," ujarnya. Dia menambahkan, Harun direncanakan dapat menghatamkan Alquran dalam Ramadhan ini seperti tradisi warga Betawi pada umumnya.

Ia menuturkan, saat tiba di pangkuan keluarga, jasad Harun sudah rapi terbungkus. "Bakda Jumat dikebumikan di sini. Jasad sudah dalam kondisi rapi dan siap dimakamkan," ujar Nurma.

Harun langsung dikebumikan di TPU (Tempat Pemakaman Umum) di Duri Kepa Kebon Jeruk, Jakarta Barat, akhir pekan lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement