Rabu 14 Aug 2019 05:12 WIB

Cerita Kivlan Berutang Rp8 M ke Warung Padang se-Jakarta

Terbelit utang pembiayaan PAM Swakarsa, Kivlan Zen kini menggugat perdata Wiranto.

Tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal Kivlan Zen (kanan) berjalan dengan kawalan petugas kepolisian seusai menjalani pemeriksaan di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal Kivlan Zen (kanan) berjalan dengan kawalan petugas kepolisian seusai menjalani pemeriksaan di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (19/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen TNI Kivlan Zen harus berutang kepada pedagang warung nasi Padang se-DKI Jakarta saat terjadi kerusuhan pada 1998. Peristiwa itu dikisahkan oleh Pengacara Kivlan, Tonin Tachta, di Jakarta, Selasa (13/8), saat dikonfirmasi terkait latar belakang timbulnya gugatan hukum perdata terhadapMenteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto.

"Kivlan utang di seluruh warung Padang se-DKI. Dia juga butuh beli mobil bekas dan alat komunikasi. Totalnya habis Rp8 miliar," katanya.

Baca Juga

Tonin mengatakan cerita itu berawal saat Kivlan menerima mandat dari Wiranto yang saat itu menjabat sebagai Panglima TNI. Mandat itu berupa permintaan agar Kivlan memimpin Pasukan Pengamanan Masyarakat (PAM) Swakarsa dalam rangka mengamankan sejumlah objek vital di Jakarta dari ancaman kerusuhan.

Kivlan pada masa itu menghimpun kekuatan sekitar 30 ribu personel PAM Swakarsa dari berbagai organisasi masyarakat di wilayah Banten dan sebagian Jawa Barat. Termasuk, masyarakat dari kalangan mahasiswa yang saat itu pro terhadap pemerintahan Soeharto.

"Kivlan pada zaman itu bukan pejabat di TNI AD, hanya pejabat tinggi tanpa jabatan. Dia baru dicopot dari jabatannya bersama Prabowo," kata Tonin.

Pada kurun November 1998, Kivlan dipanggil oleh Wiranto untuk mengelola PAM Swakarsa dengan tujuan mengamankan agenda sidang istimewa BJ Habibie. Tonin menyebut bahwa negara memberikan uang operasional PAM Swakarsa senilai Rp400 juta dan dibagikan kepada masing-masing tim saat berkumpul di Parkir Timur Senayan untuk menggelar apel siaga.

"PAM Swakarsa saat itu harus berhadapan dengan massa liar yang berupaya masuk ke gedung MPR maupun markas kepolisian. Mereka berada di barisan pertama untuk mengamankan objek vital di Jakarta," katanya.

Selama delapan hari bekerja, Kivlan harus menutupi biaya konsumsi anggota PAM Swakarsa berupa pembelian nasi Padang di seluruh warung di Jakarta. "Uang Rp400 juta itu kan modal awal. Untuk makan satu hari tiga kali selama delapan hari kerja, dikali 30 ribu orang (PAM Swakarsa) dari mana uangnya?" kata Tonin.

Karena kekurangan uang, Kivlan terpaksa utang kepada pengusaha nasi Padang di Jakarta. Selain itu, kliennya juga harus menutup biaya pengadaan sejumlah mobil bekas dan alat komunikasi untuk operasional PAM Swakarsa.

"Kivlan utang di seluruh warung Padang se-DKI," katanya.

Sisa dana operasional tersebut, kata Tonin, ditutup melalui peminjaman uang ke sejumlah rekan Kivlan. "Kalau orang Padang kan banyak temannya," ujar Tonin saat ditanya siapa pihak penyandang dana.

Selain meminjam dana, Kivlan juga harus menjual rumah tinggal berikut sejumlah harta lainnya untuk menutup utang ke pengusaha nasi Padang. Pada kisaran 2002, kata Tonin, negara dikabarkan kembali menggelontorkan dana Rp10 miliar yang dia sebut diperuntukkan bagi pendanaan PAM Swakarsa.

"Mungkin Pak Wiranto sudah menyerahkan dana itu, tapi entah melalui pihak yang mana. Nyatanya klien kami sampai sekarang belum menerima uang itu," katanya.

Tonin mengatakan, Kivlan sampai sekarang masih dibelit utang berkisar Rp1,4 miliar atas rangkaian kisah itu. Adapun, sidang perdana gugatan perdata Kivlan terhadap Wiranto akan dilakukan pada Kamis (15/8) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement