REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Saksi fakta yang diajukan jaksa penuntut umum, Hengky Yuniarto, mengaku tak melihat langsung kronologi yang dilakukan terdakwa, Abul Syukur, dalam kerususahan 22-23 Mei sampai akhirnya bisa ditangkap petugas. Ia mengatakan, hanya menerima tersangka dari Brimob dan untuk kemudian diamankan ke pos Bawaslu.
Henky adalah bagian tim penebalan dari Polda Metro Jaya yang ditugaskan mengamankan unjuk rasa memprotes hasil perhitungan Pemilihan Presiden 2019 lalu. Saat itu, ia ditugaskan mengamankan kawasan Bawaslu dan Sarinah.
“Saudara terdakwa ini diamankan oleh petugas, kemudian diserahkan kepada kami (Tim Penebalan Polda Metro Jaya),” ujarnya saat proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (21/8).
Henky memberikan keterangan, sebelum kerusuhan pecah, sekitar pukul 18.45 WIB ustaz dari FPI sudah menghimbau massa untuk pulang, tak meneruskan aksi protes tersebut. “Ayo kita pulang,”kata Hengky menirukan perkataan ustaz FPI tersebut.
Namun, kata dia, massa tak menggubrisnya dan kukuh bertahan di depan Bawaslu dan Sarinah. Setelah itu, pengunjuk rasa mulai tidak terkendali. Untuk kedua kalinya, ustaz FPI itu mengajak massa untuk berhenti dan pulang, setelah itu kondisi sempat reda.
“Setelah jam 20.00 WIB sudah mulai tak terkendali lagi. Saya dengar Kapolres Jakpus teriak “Jangan lempar, Jangan Lempar , kita saudara, bubar–bubar," tapi kami terus dilempari barang oleh massa,” ungkapnya.
Massa, kata dia, melempari petugas dengan bom molotov, kayu, batu, petasan dan masih banyak lagi. Setelah pukul 22.00 WIB, Kapolres kembali mengingatkan massa, ia mengacam jika tak segera membubarkan diri akan memberikan tindakan tegas. Saat massa di depan Bawaslu dipukul mundur mereka lari ke arah Tanah Abang dan Sarinah.
“Pukul 01.00 WIB, petugas mulai melakukan penangkapan. Lalu massa yang ditangkap Brimob diserahkan ke tim penebalan, jadi kita tidak tahu apa yang massa lakukan, kita cuma terima saja," kata dia.
Ia yakin tersangka Abdul Syukur adalah salah satu peserta unjuk rasa yang ia amankan pada malam kerusuhan tersebut. “Seingat saya dulu Pak Abdul kumisan, sekarang sudah tidak,” kata dia.
Abdul didakwa melanggar Pasal 212 KUHP juncto Pasal 214 ayat 1 KUHP, Pasal 170 KUHP juncto Pasal 56 ayat 2 KUHP, Pasal 358 KUHP juncto Pasal 56 ayat 2 KUHP, dan Pasal 218 KUHP juncto Pasal 56 ayat 2 KUHP.
Selain itu, Abdul juga dituduh menyebarkan ujaran kebencian ke grup Whatsapp bernama Teknologi Komputer 13. Sehingga, ia terjerat Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.