REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Terjangan gelombang tinggi pada Sabtu malam (22/12) sekitar pukul 22.00 WIB menyebabkan tujuh orang meninggal dunia. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat mengonfirmasi sebanyak 89 orang lagi terluka di Lampung Selatan.
"Dampak terparah terjadi di empat kecamatan Lampung Selatan, yakni Kalianda, Rajabasa, Sidomulyo, dan Katibung," kata Kepala BPBD Lampung Selatan I Ketut Sukerta saat dihubungi dari Bandarlampung, Ahad (23/12).
BPBD melakukan pendataan korban di empat kecamatan tersebut sembari mencari dan mengevakuasi korban sejak semalam hingga sekarang. "Fokus kita di empat kecamatan tersebut," katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Lampung Selatan M Sefri Masdian meminta para camat dan kepala desa menenangkan warga agar tidak terpengaruh kabar yang simpang siur. "Dapat dipastikan warga sudah dapat kembali ke kediamannya masing-masing. Yang paling penting, BMKG mengimbau agar warga tetap tenang dan tidak panik," kata Sefri di Kalianda, Lampung Selatan, Ahad dini hari.
"Fenomena ini cenderung karena bulan purnama, jadi tidak ada istilah gelombang susulan," ia menambahkan.
Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan menyampaikan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menyatakan bahwa tidak ada tsunami di pantai pesisir Kalianda, dan mengimbau warga tetap tenang. BMKG pada 22 Desember pukul 22.00 WIB mendeteksi kenaikan air laut hingga mencapai permukiman rumah warga, dan pasang maksimum air laut terjadi pukul 18.00 WIB hingga 19.00 WIB dengan tinggi hingga 1,5 meter.
Fenomena itu kemungkinan akibat pasang laut purnama yang terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam satu garis lurus. Pasang naik sangat tinggi dan pasang surut sangat rendah terjadi ketika pasang laut purnama, yang terjadi pada bulan baru dan bulan purnama.
"Hanya pasang surut maksimum yang memang di atas rata-rata. Kami mengimbau kepada warga untuk tetap dan waspada," kata Kepala BMKG Lampung Sugiyono.