Kamis 13 Sep 2018 16:25 WIB

Demokrat: Sikap Kader Masih Bisa Berubah Jelang Pilpres 2019

Partai Demokrat membantah mainkan politik 'dua kaki'.

Rep: Mimi Kartika, Bayu Adji P/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan (kiri) bersama Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto menjadi narasumber pada acara diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/9).
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan (kiri) bersama Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto menjadi narasumber pada acara diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menanggapi sejumlah kader Partai Demokrat yang menyatakan dukungan kepada pasangan bakal capres cawapres Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin. Ia mengatakan, sikap para kader tersebut masih bisa berubah menjelang kontestasi Pilpres 2019 nanti.

"Kami masih punya waktu, masih ada enam bulan," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/9).

Syarief menyebut, Partai Demokrat yang disebut bermain dua kaki itu salah. Sebab, pihaknya sudah mengetahui dukungan para kader terhadap pejawat Jokowi sebelum Partai Demokrat secara resmi mendukung pasangan bakal capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Ia mengatakan, dalam survei internal Partai Demokrat terhadap seluruh kader di 34 provinsi di Indonesia, ada sekitar 20 persen kadernya mendukung pejawat Jokowi. Akan tetapi, menurut dia, hal tersebut bersifat sementara dan masih bisa berubah menjelang pilpres.

"Kami menentukan (dukungan) tanggal 10 Agustus. Jadi, kami survei dua pekan sebelumnya. Ini kan baru berakhir satu bulan, yang penting ke depan semuanya akan selesai," tuturnya.

Syarief menambahkan, para kader yang mendukung pasangan yang tidak sesuai dengan sikap partai tak hanya di Demokrat. Ia menyebut, kader di seluruh partai juga melakukan hal yang sama. Termasuk kader di partai koalisi pengusung Jokowi-Ma'ruf, ada kader juga yang tidak sejalan dengan sikap dan keputusan partainya.

"Sebenarnya sih jelas saja setiap kader harus patuh pada keputusan partai. Kasus tentang ini agak berbeda karena memang kami pernah survei sendiri di internal partai sebelum kami memilih Prabowo, siapa yang akan dipilih. Memang ada di antaranya yang memilih Jokowi," kata Syarief.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan sebelumnya menjelaskan perihal politik 'dua kaki' yang diterapkan partainya. Dia mengatakan, hal itu dilakukan untuk menyambut Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 dan pemilihan legislatif (pileg).

"Jadi, Demokrat betul kaki dua, kanan pilpres dan kiri pileg," ujar Hinca Pandjaitan sebelum pertemuan bakal calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Jakarta, Rabu (12/9), sembari tertawa.

Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, pun mengklarifikasi politik 'dua kaki' partainya. Menurut dia, sikap politik Partai Demokrat bukan berarti satu kaki lainnya mendukung bakal calon presiden Jokowi.

"Tidak seperti itu. Tapi, memang kami memikirkan dua hal, maka kami bermain dua kaki," kata dia di kediaman Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (12/9).

Ia menjelaskan, satu kaki Partai Demokrat untuk mengamankan suara pada Pileg 2019. Menurut dia, Partai Demokrat menargetkan 10 persen suara nasional.  Sementara itu, kaki yang kedua pada Pilpres 2019.

"Yang kami dukung yaitu Pak Prabowo. Nah, dua hal ini menjadi tugas Partai Demokrat untuk memenangkannya," ujarnya menegaskan.

Ferdinand mengatakan, meski Partai Demokrat mendukung Prabowo, kepentingan partai tidak boleh dibaikan. Karena itu, muncul istilah dispensasi untuk menyusun langkah, narasi, serta literasi kampanye di daerah.

Menurut dia, Jokowi memiliki animo publik yang tinggi di beberapa di daerah, seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT). "Kalau caleg kami datang dengan narasi membawa Pak Prabowo, tentu caleg yang kami usung tak mendapat tempat di masyarakat, bahkan ditolak," kata dia.

Ia menegaskan, Partai Demokrat tidak ingin kehilangan suara di Papua dan NTT.  Namun, ia memastikan, di daerah lain Partai Demokrat akan mengejar defisit suara di daerah yang didispensasi.

"Jadi, dispensasi ke daerah itu, kami izinkan mereka tak bernarasi capres di daerah itu. Tapi, narasi yang dibangun terkait dengan pileg Partai Demorkat dan calegnya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement