REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR dari Fraksi Golkar Mahyudin menegaskan menolak pergantian dirinya dengan Titiek Soeharto di kursi pimpinan MPR. Menurutnya keputusan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto yang menggantinya ini sangat tidak relevan dan tidak memiliki urgensi sama sekali.
"Tidak relevan nama tersebut untuk menggantikan saya. Dan tidak ada urgensinya yang tinggal periode setahun ini," kata Mahyudin kepada wartawan di komplek Senayan, Senin (19/3).
Mahyudin menjelaskan alasan pergantian itu tidak relevan, yakni karena Undang Undang (UU) MD3 tidak memungkinkan pergantian di MPR seperti itu. Sebab, pimpinan di MPR itu diajukan partai secara paket, dan dipilih oleh dari anggota oleh anggota. Partai Golkar tidak bisa mengganti Mahyudin meski Airlangga sudah menyetujui nama Titiek Soeharto untuk masuk pimpinan MPR.
Selain itu, dia menjelaskan, UU MD3 menyebutkan pimpinan MPR hanya bisa diganti kalau yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri, atau berhalangan tetap. Selain dari alasan itu, pimpinan MPR RI tidak bisa diganti.
“Kalau saya enggak mau mengundurkan diri, ya, enggak bisa, saya juga masih hidup,” kata dia.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kiri) berbincang dengan Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang (OSO) (tengah) dan Wakil Ketua MPR Mahyudin. (Republika/Prayogi)
Mahyudin juga sangat yakin pimpinan MPR lain tidak menyetujui pergantian sepihak seperti kehendak Airlangga. Mahyudin pun membantah klaim Airlangga, yang seolah telah mendapat restu dari pimpinan MPR untuk pergantian tersebut.
Dia yakin pimpinan MPR tidak akan melakukan pergantiannya dengan Titiek Soeharto ini. Dia mengatakan tidak ada pimpinan MPR yang mau dipaksa melawan UU MD3.
Pimpinan MPR akan taat hukum semua sesuai aturan perundang-undangan yang telah ada. "Masak keputusan Golkar bisa mengalahkan Undang-Undang. Karena itu, pasti tidak akan dijalankan pimpinan MPR. Tidak mungkin MPR melawan hukum. Pasti itu," tegasnya.
Sementara terkait tidak ada urgensi menggantinya dengan Titiek sekarang ini, Mahyudin menjelaskan, Airlangga seharusnya fokus pada pemenangan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Dia menambahkan tidak seharusnya Airlangga mengurusi hal-hal yang berpotensi menjadi perpecahan di internal Golkar.
Apalagi, Dewan Pembina Partai Golkar juga tidak satu suara soal pergantian pimpinan MPR ini. "Saya sudah menghadap ke ARB (Abu Rizal Bakrie) selaku Dewan Pembina menyatakan tidak pernah menyetujui untuk ada rotasi ini," katanya.
Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto. (Republika/Mahmud Muhyidin)
Mahyudin menjelaskan Pasal 25 AD/ART Partai Golkar menyebutkan langkah apapun terkait kebijakan strategis, pergantian, pemilihan pimpinan lembaga negara, pencalonan presiden dan wakil presiden, harus dilakukan bersama dengan Dewan Pembina. Mahyudin juga menyatakan dia tidak pernah bertemu Airlangga untuk menyetujui pergantian dengan Titiek Soeharto di pimpinan MPR ini.
Karena itu, jika pergantian ini tetap dipaksakan, Mahyudin akan melawan menggunakan jalur hukum. "Kalau bertentangan dengan hukum pasti nanti akan dilawan dengan hukum," imbuhnya.