Jumat 09 Mar 2018 21:01 WIB

Peneliti LIPI: AHY Bisa Jadi Tokoh Sentral Poros Alternatif

Poros ketiga dalam koalisi alternatif sangat mungkin terjadi di Pilpres 2019.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andri Saubani
Komandan Satuan Bersama (Kogasma) Partai Demokrat untuk Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Jakarta, Selasa (6/3).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Komandan Satuan Bersama (Kogasma) Partai Demokrat untuk Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Jakarta, Selasa (6/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Siti Zuhro mengatakan poros ketiga dalam koalisi alternatif sangat mungkin terjadi di Pilpres 2019. Dan tokoh sentral yang mungkin hadir sebagai koalisi alternatif itu adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Poros ketiga ini, menurut dia, bisa dibangun seperti saat pilkada di DKI Jakarta, munculnya AHY-Sylviana didukung Demokrat, PKB, PAN dan PPP. "Di tingkat nasonal hal ini bisa diciptakan juga ketika kepentibgan mereka bisa disatukan dalam koalisi. Pasangan Zulkifli Hasan-AHY atau AHY-Cak Imin," kata Siti Zuhro kepada wartawan, Jumat (9/3).

Pilihan opsi yang sangat mungkin menurutnya, pertama, koalisi PDIP dengan lima parpol pendukung. Kedua, koalisi Gerindra dengan parpol lain dan koalisi ketiga Demokrat dengan parpol lain.

Menurut pengamat politik yang akrab disapa Mbak Wik ini, kekuatan koalisi alternatif adalah pilihan calon yang diusung. Jika mantap dan mampu menjadi lawan tanding yang minimal setara dengan lainnya, tak tertutup kemungkinan akan sangat menjanjikan, mampu memenangkan pemilu 2019.

Semua itu, menurutnya sangat mungkin dalam politik di Indonesia. "Politik di Indonesia sudah terbukti sangat dinamis dan penuh pilihan-pilihan," terangnya. Tak tertutup kemungkinan bila kepentingan mereka bertemu, maka koalisi alternatif yang terbentuk akan jadi pilihan rakyat.

Siti Zuhro mengkritisi sikap parpol yang sekedar memilih bergabung dalam koalisi gemuk, sehingga mengarah ke calon tunggal. Walaupun mungkin calon tunggal ini tidak terjadi, upaya untuk mengarahkan capres tunggal, menurutnya Indonesia akan kembali ke sistem otoritarian.

Demokrasi yang mengarah ke calon tunggal, ungkap dia, menunjukkan demokrasi Indonesia dikebiri. Karena esensi demokrasi adalah partisipasi, representasi dan kontestasi/kompetisi.

"Bila tiga hal itu tdk ada, demokrasi mengalami set back (kemunduran) yang serius," tegasnya.

Idealnya, kata dia, demokrasi yang memberi peluang pemilu dilaksanakan secara substantif dengan mendorong partai-partai membangun diri dan berkoalisi secara terukur. Banyaknya parpol harus mampu merepresentasikan aspirasi atau kehendak rakyat.

Karena itu, keragaman atau kemajemukan rakyat bisa tercermin dari munculnya calon-calon pemimpin baru dalam pemilu. Sedangkan, demokrasi dengan calon tunggal menyalahi semangat dan roh demokrasi yang memberikan peluang kepada warga negara memenuhi kriteria untuk maju dlm Pemilu 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement