Rabu 21 Feb 2018 11:07 WIB

Empat Provinsi Berlakukan Siaga Darurat Kebakaran Hutan

Siaga darurat diberlakukan untuk mengantisipasi meluasnya karhutla.

Rep: Amri Amrullah/ Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Gita Amanda
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho memberikan paparan kepada wartawan terkait penanggulangan bencana asap dan Karhutla di BNPB.
Foto: Republika/ Wihdan
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho memberikan paparan kepada wartawan terkait penanggulangan bencana asap dan Karhutla di BNPB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terus meningkat seiring keringnya cuaca di beberapa daerah "langganan" kebakaran hutan dan lahan. Untuk mengantisipasi meluasnya karhutla maka empat provinsi di Sumatera dan Kalimantan sudah menetapkan status siaga darurat.

Keempat provinsi tersebut di antaranya Sumatera Selatan sejak 1 Februari 2018 lalu hingga 30 Oktober 2018 mendatang, Riau 19 Februari 2018 hingga 31 Mei 2018, Kalimantan Barat 1 Februari 2018 hingga 31 Desember 2018 dan Kalimantan Tengah 20 Februari 2018 hingga 21 Mei 2018.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan gubernur provinsi yang menetapkan status siaga darurat karhutla. Ini berdasarkan pertimbangan telah ditetapkannya beberapa kabupaten atau kota di wilayahnya yang menetapkan siaga darurat karhutla.

Di antaranya pertimbangan adanya peningkatan jumlah titik panas (hotspot), masukan dari BPBD dan pengalaman pengananan karhutla sebelumnya. Dengan pemberlakuan siaga darurat maka ada kemudahan akses dalam penanganan karhutla, baik pengerahan personel, komando, logistik, anggaran dan dukungan dari pemerintah pusat.

"Jalur komando penanganan lebih mudah koordinasinya," ungkapnya dalam keterangan pers, Rabu (21/2).

Diungkapkan Sutopo, daerah- daerah yang berada di sekitar garis khatulistiwa saat ini memasuki musim kemarau periode pertama, seperti Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah yang memiliki pola hujan ekuatorial. Antara pertengahan Januari hingga Maret kemarau pertama, kemudian Maret-Mei masuk musim penghujan, dan selanjutnya Juni-September kemarau kedua yang lebih kering.

"Karhutla umumnya meningkat pada periode kedua musim kemarau ini," katanya.

Ini sesuai pola hujan ekuatorial dicirikan oleh tipe curah hujan dengan bentuk bimodial (dua puncak hujan). Biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau pada saat terjadi ekinoks.

Saat ini ia mengungkapkan, jumlah titik panas (hotspot) terus meningkat. Dalam seminggu terakhir hotspot di Kalimantan Barat banyak ditemukan. Bahkan Kota Pontianak terselimuti asap karhutla. Pantauan hotspot 24 jam terakhir dari satelit Aqua, Terra, SNNP pada catalog modis LAPAN pada Rabu (21/2) pukul 07:23 WIB dengan kategori sedang (30-79 persen) dan tinggi (>=80 persen) terdapat 90 hotspot di Indonesia.

Untuk kategori sedang ada 78 hotspot yaitu Papua Barat 2, Kalimantan Barat 23, Kepulauan Riau 4, Kalimantan Tengah 12, Jawa Barat 14,Jawa Timur 2, Jawa Tengah 3, Papua 4, Maluku 2, Kepulauan Bangka Belitung 1, Riau 9, Maluku Utara 1 dan Sumatera Selatan 1. Sedangkan kategori tinggi yaitu benar-benar sedang terbakar ada 12 hotspot yang tersebar di Kalimantan Barat 5, Kepulauan Riau 2, Kalimantan Tengah 3, Kepulauan Bangka Belitung 1 dan Riau 1.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement