REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) telah mengirimkan surat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Peradi ingin berkomunikasi dengan KPK soal dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pengacara Setya Novanto, Frederich Yunadi.
"Komisi Pengawasan (Komwas) Peradi sudah mengirimkan surat kepada KPK pada Rabu (17/1) untuk beraudiensi terkait pelanggaran etik Frederich Yunadi," kata anggota Komisi Pengawas Peradi Kaspudin Noor, Kamis (18/1).
Ia menjelaskan surat itu bagian dari pekerjaan Komwas Peradi untuk mencari data dan identifikasi dugaan pelanggaran etik oleh seorang advokat. "Tapi tentunya kami tidak akan membahas soal materi perkaranya, karena itu sudah kewenangan KPK. Kami membahas soal etiknya saja," katanya.
Termasuk, kata dia, pihaknya akan meminta izin kepada KPK untuk dapat meminta keterangan kepada Frederich Yunadi. "Kan kasus itu ditangani KPK, jadi kami meminta izin kepada KPK," katanya.
Ditambahkan, pihaknya akan menjalankan fungsi pengawasan itu secara independen dan tidak berpihak. "Kami akan cek soal pelanggaran etiknya," katanya.
Nantinya, kata dia, setelah bahan yang dimiliki mencukupi maka Komisi Pengawasan Peradi akan melakukan rapat untuk mengeluarkan putusan apakah ada pelanggaran etik atau tidak. Hasil rapat itu, kemudian dilanjutkan ke dalam rekomendasi yang ditunjukkan kepada Dewan Kehormatan Peradi.
Frederich Yunadi ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan menghalangi dan merintangi penyidikan kasus KTP-el dengan tersangka Setya Novanto pada 10 Januari 2018 dan saat ini sudah ditahan di KPK. Fredrich dan dokter Bimanesh Sutarjo diduga bekerja sama untuk memalsukan data terakait kesehatan Setya Novanto ke rumah sakit untuk dilakukan rawat inap dengan data-data medis yang diduga dimanipulasi sedemikian rupa untuk menghindari panggilan dan pemeriksaan oleh penyidik KPK, termasuk dengan menyewa satu lantai di RS Medika Permata Hijau.