Ahad 12 Nov 2017 15:49 WIB

Politikus Nasdem Sebut OTT adalah Manipulasi KPK

Rep: Santi Sopia/ Red: Joko Sadewo
Anggota komisi III DPR-RI Fraksi Partai Nasdem, Taufiqulhadi
Foto: Republika/Singgih Wiryono
Anggota komisi III DPR-RI Fraksi Partai Nasdem, Taufiqulhadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI, Taufiqulhadi menuding KPK selama ini belum memiliki dasar hukum yang kuat melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Politikus Partai Nasdem itu menyebut, dalam pelaksanaan OTT KPK juga disebut kerap tidak memiliki alat bukti cukup.

Taufiqulhadi memberikan analogi sederhana istilah tertangkap tangan, yakni seperti ada pencuri yang hendak membuka pintu, namun tertangkap tangan.

"Kalau ini adalah OTT, dia telah menargetkan, jadi berusaha menangkap, seharusnya menangkap orang tidak bisa tidak ada buktinya, ketika ditangkap, diambillah macam-macam, dikumpulkan alat buktinya. Sebelumnya tidak ada, itu pelanggaran dan kami akan tunjukkan 1.000 kesalahan KPK," ujar dia, Ahad (12/11).

Sejauh ini OTT tersebut, Taufiq mengatakan, belum ada payung hukumnya. Bahkan Taufiq menyebut istilah OTT hanya manipulasi KPK dan penipuan terhadap masyarakat serta pelanggaran hukum.

"Kalau rakyat mau fair, semuanya tidak terpengaruh opini ICW, semua yang mempergunakan KPK sebagai ladang mencari uang, maka kami bisa menunjukkan betapa bobroknya KPK," ujarnya.

Dia mengatakan ada yang namanya Standar Operasional Prosedur (SOP), tetapi itu hanya aturan internal KPK. SOP untuk menangkap orang ini, menurut dia, bukan berdasar hukum. "KPK tidak datang (undangan DPR) karena takut," katanya.

SOP internal pun, Taufiq menuturkan, harus ada kaitan hukum, maka harus diperbaiki berdasarkan tata hukum berlaku dan Undang-Undang. Politisi NasDem itu menambahkan DPR tentu mendukung upaya pemberantasan korupsi, termasuk mendukung KPK. Menurutnya, banyak yang harus diperbaiki di dalam komisi antikorupsi itu.

"Siapa bilang DPR tidak dukung? Perbaiki semua, harus masuk hukum sistem hukum Indonesia, bukan sesuka hatinya, kalau tidak, itulah pelanggaran HAM," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement