REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat menyatakan sejak Januari hingga Agustus 2017, sebanyak 111 orangutan (pongo pygmaeus) menjalani rehabilitasi setelah diselamatkan dari perburuan, dan perdagangan ilegal. "Sebanyak 111 orangutan itu kami lakukan rehabilitasi kerja sama dengan Intemational Animal Rescue (IAR) untuk kemudian dikembalikan ke habitat aslinya," kata pejabat fungsional pengendali ekosistem hutan BKSDA Kalbar, Yanti di Pontianak, Kamis (24/8).
Ia menjelaskan rehabilitasi perlu dilakukan terhadap orangutan sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya. Yanti menambahkan, IAR Indonesia juga telah memantau orangutan yang sudah dilepasliarkan ke habitatnya itu.
"Monitoring sudah dilakukan terhadap 10 orangutan, dari 10 itu, empat ekor di antaranya saat ini sudah dilepasliarkan ke kawasan Bukit Raya dan enam ekor lainya ada di hutan lindung Gunung Tarak," ungkap Yanti.
Terkait dengan pengamanan dua ekor orangutan yang berhasil dilakukan SPORC Brihgade Bekantan Pontianak belum lama ini, Yanti mengatakan kondisi kedua ekor orangutan yang masih berumur di bawah lima tahun itu dalam kondisi sehat. "Untuk pelepasliaranya kembali ke habitatnya, karena usianya relatif masih balita, maka rehabilitasinya tidak akan memakan waktu lama. Paling sekitar satu hingga dua tahun sudah bisa langsung dilepasliarkan," katanya.
Sementara itu, Kepala SPORC Brigade Bekantan Balai Gakkum KLHK Kalimantan seksi wilayah III Pontianak, David Muhammad menyatakan, pihaknya telah berhasil menggagalkan usaha perdagangan orangutan dari tersangka Tar (19) dirumahnya di Pontianak. David berharap masyarakat hendaknya semakin sadar dalam membantu melestarikan hewan-hewan langka dan dilindungi tersebut.
"Sebagai petugas keamanan, kami akan tetap tindak tegas kepada para pelaku pemburu dan pelaku penjual belikan hewan langka dan dilindungi seperti kasus perdagangan dua ekor orangutan itu," tegasnya.