Selasa 14 Feb 2017 13:50 WIB

Soal Pengaktifan Kembali Ahok, MA: Mendagri Harus Tentukan Sikap

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Mahkamah Agung (MA) M Hatta Ali
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Ketua Mahkamah Agung (MA) M Hatta Ali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Agung (MA) yang kembali terpilih untuk periode 2017-2012, Hatta Ali, memberikan tanggapan soal polemik Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selaku terdakwa kasus penistaan agama yang kini menjabat gubernur DKI Jakarta kembali. Sebelumnya, atas adanya polemik perbedaan tafsir terhadap undang-undang yang dikenakan kepada Ahok, Presiden RI Joko Widodo meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meminta fatwa dari MA.

"Mengenai fatwa kita harus betul-betul mengorek dan meneliti permasalahan. Tidak gampang kita mengeluarkan fatwa," kata dia usai terpilih kembali menjadi ketua MA, di gedung MA, Jakarta, Selasa (14/2).

Hatta melanjutkan, persoalan status hukum Ahok ini semestinya diserahkan kepada Kemendagri. Sebab, di kementerian tersebut tentu ada bagian yang membidangi hukum. Saat ini, kata dia, sikap dari Kemendagri pun telah diumumkan.

"Instansi terkait (Kemendagri) sudah menentukan sikap. Ya semestinya kementerian sendiri yang menentukan sikap. Karena fatwa MA ini tidak mengikat harus diikuti. Diikuti silakan, kalau tidak diikuti, ya silakan," kata dia.

(Baca Juga: Mendagri Tetap Yakin Mengaktifkan Ahok Sudah Sesuai Ketentuan UU)

Hatta menambahkan, meski ada pemberitaan bahwa Mendagri akan menyerahkan persoalan tersebut kepada MA, dia tidak bisa berkomentar terhadap polemik ini. Karena, dia belum mengkaji materi permasalahannya. "Saya tidak bisa komentari, karena belum saya pelajari dan baca. Saya tidak boleh menjawab seadanya tanpa melihat konteks masalahnya," ujar dia.

Lagi pula, fatwa MA ini tidak mengikat. Artinya, pihak mana pun boleh mengikutinya dan boleh juga tidak mengikutinya. Karena itulah, Hatta mengatakan, sudah seharusnya cukup instansi terkait, dalam hal ini Kemendagri, yang menentukan kebijakan apa yang perlu diambil atas polemik tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement