REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laporan Bank Dunia menunjukkan Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara yang paling buruk dalam pengelolaan sampah. Membudayakan pengelolaan sampah yang baik di kalangan masyarakat menjadi salah satu tantangan negara.
Deputi I Bidang Kemaritiman, Kementerian Koordinator Maritim, Arif Havas Oegroseno mengatakan pengelolaan sampah di Indonesia menjadi salah satu masalah yang kompleks. Namun, persoalan ini harus segera diselesaikan karena akan menjadi masalah yang serius bagi generasi mendatang jika diabaikan.
Havas menjelaskan, 80 persen sampah di laut berasal dari darat. Hal ini membahayakan karena selain merusak ekosistem laut, juga mencemari ikan ikan konsumsi dan berbahaya bagi kesehatan nasional.
Havas mengatakan, pemerintah sedang melakukan berbagai upaya untuk bisa mengelola sampah ini. Namun, katanya, konsumsi masyarakat Indonesia berbeda dengan negara di Eropa. Indonesia, cenderung menghasilkan sampah basah dari makanan yang dikonsumsi.
"Itu tipe negara berkembang. Sri Lanka juga begitu, pola pengambilan sampah kita juga sama aja jadiin satu. Itu problem," ujar Havas di Hotel Fairmount, Rabu (2/11).
Pemerintah saat ini sedang memetakan persoalan sampah ini. Pemerintah juga tengah memastikan kebenaran data yang disajikan Bank Dunia terkait tingkat sampah yang tak terkelola tersebut. Sebab menurut Havas, pola yang ada saat ini setidaknya sudah bisa mengurangi penumpukan sampah.
Namun, diakuinya, ada beberapa celah di mana sampah dinilai masih bocor sana-sini. Kemungkinan pertama adalah kebocoran pada sistem pengumpulan dan pembuangan sampah warga di pesisir pantai.
"Makanya kita bikin studi di 15 kota besar, yang produksi sampahnya banyak, orangnya juga banyak. Ada temuan, dua dari lima jenis sampah minuman plastik di satu pulau berasal dari luar negeri," ujarnya.