Kamis 12 May 2016 16:09 WIB

Perempuan Berkoalisi Dorong RUU Kekerasan Seksual

Rep: Agus Raharjo/ Red: Angga Indrawan
Kekerasan Seksual (ilustrasi)
Foto: STRAITS TIMES
Kekerasan Seksual (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah lembaga dan koalisi perempuan berkumpul di Metropole, Jakarta, Kamis (12/5). Hadir di antaranya Komnas Perempuan, Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), anggota DPR RI, Wakil Ketua DPD RI GKR Hemas hingga Presiden Kelima Republik Indonesia, Megawati Sukarnoputri. 

Mereka ramai-ramai mendesak agar pemerintah dan DPR segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kekerasan Seksual (RUU KS). Selain ditandai dengan pembubuhan tanda tangan dukungan agar RUU PKS segera dibahas, juga dilakukan pemberian dukungan yang sudah dikumpulkan dari seluruh masyarakat se-Indonesia. 

Sebanyak 60 ribu dukungan petisi membahas RUU KS diserahkan langsung pada Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly. Dari dukungan anggota DPR yang sudah terkumpul, akan didorong untuk mengusulkan perubahan prioritas pembahasan RUU KS dari daftar panjang prolegnas menjadi prioritas tahun 2016. 

Setidaknya sudah lebih dari dua fraksi yang sepakat untuk mendorong perubahan prioritas prolegnas. Dalam pengajuan Undang-Undang mensyaratkan dua fraksi yang mengusulkannya. Anggota DPR RI yang ikut menandatangani adalah Partai Amanat Nasional (PAN) Ammy Amalia Fatma Surya dan Saleh Partaonan Daulay, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Maman Imanulhaq, Arzety Bilbina, dan Masrifah. Dari PDIP hadir Dwi Ria Latifa, Rieke Diah Pitaloka, Diah Pitaloka, Tuti Roosdiono, dan Irine Yusiana Roba Putri. Sedangkan dari Demokrat hadir Melani Meilena.

Wakil Ketua Komnas Perempuan, Budi Wahyuni mengatakan, pihaknya sudah sejak tahun 2012 lalu mengatakan Indonesia sudah berada dalam darurat kekerasan seksual. Hal ini didasarkan laporan yang masuk ke Komnas Perempuan. Dengan kata lain, sudah saatnya Negara hadir untuk membuat payung hukum yang melindungi perempuan dan anak dari kejahatan seksual. Menurut catatan Komnas Perempuan, dari kasus yang dilaporkan, 40 persen berhenti di Kepolisian, 10 persen kasus lanjut ke pengadilan.

“Selebihnya korban tidak melanjutkan kasusnya, ada beberapa yang diselesaikan dengan mediasi seperti dinikahkan, bahkan ada yang dinikahkan di Lembaga Pemasyarakatan,” tutur Wahyuni di Jakarta, Kamis (12/5).

Wahyuni melanjutkan, beberapa pihak yang tergabung dalam organisasi perempuan bersama Komnas Perempuan sudah membahas kasus ini dan mewujudkannya dalam Naskah Akademik (NA). Hasil NA ini akan diberikan pada Menteri Hukum dan HAM sebagai bahan untuk pembahasan RUU KS dengan DPR RI. Harapan dari koalisi perempuan ini adalah RUU KS segera dibahas dan disahkan. Namun, saat ini, koalisi perempuan meminta fraksi-fraksi di DPR untuk menjadikan RUU KS sebagai UU Prioritas tahun 2016.

“Ini sudah berakhir dengan NA, diharapkan akan diakhiri dengan pembahasan RUU KS dan disahkan di DPR RI,” tegas Wahyuni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement