Sabtu 30 Apr 2016 17:41 WIB

Kenaikan Upah Buruh Sering tak Sebanding dengan Inflasi

Rep: Amri Amirullah/ Red: Ilham
Buruh berdemo menolak upah murah
Foto: Republika.co.id
Buruh berdemo menolak upah murah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang hari buruh sedunia (May Day) Ahad (1/5), permasalahan buruh kembali menjadi perbincangan. Di Indonesia beberapa kali pemerintah menaikkan upah buruh hingga dianggap di atas nilai kewajaran.

Namun menurut Pengamat Hukum Perburuhan Universitas Indonesia, Siti Hayati Hoesin, permasalahan buruh di tanah air tidak akan selesai bila pemerintah hanya berpatokan pada upah minimum buruh. Sebab, kata dia, kenaikan upah buruh di Indonesia seringkali tidak seimbang dengan inflasi atau kenaikan harga-harga kebutuhan pokok.

"Upah disesuaikan, tapi biaya untuk kebutuhan pokok terus meningkat. Ya tidak seimbang," kata dia kepada Republika.co.id, Sabtu (30/4). Selama ini, lanjutnya, perusahaan mengikuti keinginan pemerintah untuk menaikkan upah buruh berpedoman pada upah minimum.

Padahal, nilai minimum tersebut belum cukup untuk hidup layak. Inilah yang membuat seringkali tuntutan para buruh tersebut tidak bisa selalu memuaskan. Karena itu, setiap peringatan hari buruh isu yang diangkat terus adalah permasalahan upah yang layak.

Pada peringatan May Day 2016, serikat buruh menuntut sembilan poin dalam agenda hari buruh di Indonesia tahun ini. Di antaranya, menolak PP No.78 Tahun 2015 tentang pengupahan, naikkan upah minimum tahun 2017 sebesar 30 persen, ubah komponen KHL menjadi 84 item.

Selain itu, pemerintah mendukung Undang-Undang tabungan perumahan rakyat (Tapera) untuk buruh dan rakyat, tolak pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tolak PHK sepihak, tolak upah murah, menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, dan tolak kriminalitas aktivis pekerja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement