Selasa 12 Apr 2016 16:22 WIB

Jonan tak Setuju Motor Dilegalkan Jadi Angkutan Umum

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (kiri) bersama Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjawab pertanyaan wartawan terkait regulasi angkutan umum berbasis online di Jakarta, Selasa (22/3).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (kiri) bersama Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjawab pertanyaan wartawan terkait regulasi angkutan umum berbasis online di Jakarta, Selasa (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengaku tidak setuju apabila sepeda motor dilegalkan menjadi angkutan umum karena sangat berisiko terhadap faktor keselamatan baik penummpang maupun pengemudi.

"Secara pribadi, saya tidak setuju karena angka kecelakaan transportasi berbasis jalan raya 80-90 persen melibatkan kendaraan roda dua," katanya di Jakarta, Selasa.

Jonan menyebutkan angka tersebut setara dengan 30.000 jiwa yang melayang dalam setahun.

"Saya enggak tahu mungkin kalau dilegalkan bisa ratusan ribu," katanya.

Pernyataan itu menyusul dorongan dari sejumlah anggota Komisi V DPR agar Menhub

menyesuaikan undang-undang sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat.

Menurut Jonan, tidak ada yang perlu direviai dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan karena peraturannya sudah jelas, termasuk untuk taksi berbasis aplikasi.

"Ini terserah inisatifnya Komisi V, tapi kalau saya tetap (tidak setuju," katanya.

Dia menuturkan memang di sebagian negara ada yang menggunakan sepeda motor sebagai angkutan umum, tetapi memiliki izin resmi dan pengemudinya mengantongi SIM C umum.

"Ada memang di Prancis tetapi sepeda motornya 1.000 cc, pengemudinya punya SIM C umum, ya terserah saja apakah misalnya di sini persyaratan umumnya harus pakai motor 500 cc minimal atau bagaiman," katanya.

Terkait taksi online, Jonan juga tidak akan merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.

"Aturannya sudah jelas, supirnya harus punya SIM A umum, berlisensi, ini tidak pandang bulu kalau yang tidak memenuhi minta kepolisian, ditilang saja," katanya.

Pasalnya, berdasarkan hasil diskusi dengan Menkopolhukam, Menkominfo, taksi berbasis aplikasi diwajibkan untuk bekerja sama dengan perusahaan yang resmi hingga 31 Juni 2016 untuk mengurus persyaratannya.

Apabila sampai tenggat waktu tersebut tidak memenuhi, Jonan mengatakan akan menutup aplikasi tersebut.

"Saya sudah bilang ke Grab dan Uber setahun lalu untuk mengurus izin, tetapi tetap saja beroperasi karena aplikasinya masih jalan, yang punya kewenangan ini Kemenkominfo (untuk menutup)," katanya.

Jonan menuturkan Taksi Uber dan Grab Car melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.

Rinciannya dalam Pasal 139 Ayat 4, perusahaan transportasinya tidak berbadan hukum,

Pasal 173 Ayat 1 tidak memiliki izin penyelenggaraan angkutan, Pasal 53 Ayat 1 tidak melakukan pengujian kendaraan, Pasal 23 Ayat 3 tidak menggunakan tanda nomor tanda kendaraan umum dan Pasal 77, pengemudi tidak memiliki SIM A umum.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement