Semua berawal dari Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2015 yang diajukan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ternyata ada perbedaan sangat signifikan mencapai Rp 12,1 triliun antara versi Ahok dan versi DPRD.
Lewat penelusuran di situs www.jakarta.go.id, didapat RAPBD versi DPRD DKI Jakarta dan versi Pemprov DKI Jakarta. Dari total jumlah APBD DKI Jakarta yang cukup besar yaitu mencapai Rp 73,083 triliun, terdapat selisih perbedaan sebesar Rp 12,1 triliun.
Tuduhan adanya dana siluman membuat DPRD DKI naik pitam dan menolak APBD versi Pemprov DKI Jakarta. Hak Angket pun digulirkan pada 26 Februari lalu.
Bola panas kian membara. Ahok pun melaporkan dana siluman di rancangan APBD 2015 ke Komisi Pemberantasan Korupsi, tepat sehari setelah hak angket digulirkan DPRD.
Salah satu poin yang melahirkan pro kontra adalah di dunia pendidikan. DPRD menganggarkan pengadaan uninterruptible power supply (UPS) untuk sejumlah sekolah di Jakarta. Nilainya tak main-main. Anggaran UPS untuk masing-masing sekolah mencapai Rp 6 miliar.
Bahkan, DPRD juga menganggarkan alat fitness untuk kebugaran untuk masing-masing sekolah Rp 2,5 miliar. Selain itu, DPRD juga menganggarkan alat cetak dan pemindai (printer dan scanner) senilai Rp 3 miliar untuk setiap sekolah, termasuk alat sains senilai Rp 3 miliar per sekolah. DPDR juga memasukan anggaran pengadaan sarana pembelajaran untuk SMA atau SMK di Kecamatan Cengkareng sebesar Rp 4,5 miliar.