Ahad 15 Nov 2015 11:09 WIB

Kepala Desa di Pangandaran Lakukan Pelanggaran Pilkada

Rep: c10/ Red: Bilal Ramadhan
Polisi melakukan simulasi Pengamanan Pilkada Serentak 2015 di lapangan Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (13/8).Republika/Yasin Habibi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Polisi melakukan simulasi Pengamanan Pilkada Serentak 2015 di lapangan Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (13/8).Republika/Yasin Habibi

REPUBLIKA.CO.ID, PANGANDARAN -- Masa kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada) perdana di Kabupaten Pangandaran sedang berlangsung. Akan tetapi, terjadi pelanggaran pilkada yang dilakukan seorang kepala desa. Ia yang seharusnya netral malah mengkampanyekan untuk memilih salah satu pasangan calon.

Kepala Divisi Penindakan Pelanggaran Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Pangandaran, Uri Juwaeni mengatakan, kepala desa yang seharusnya netral dalam pilkada melakukan kampanye di depan masyarakatnya. Hal tersebut termasuk dalam pelanggaran pilkada. Ia menjelaskan, pelanggaran dilakukan saat acara memperingati tahun baru islam bulan lalu.

"Kepala desa mengisi acara tahun baru islam tapi di dalamnya berorasi dan mengkampanyekan salah satu pasangan calon," kata Uri kepada Republika, Ahad (15/11).

(Baca: Debat Calon Gubernur yang Berbuah Petaka)

Diketahui kepala desa Cibenda, Kecamatan Parigi yang melakukan pelanggaran pilkada. Saat ini statusnya sudah P21 (pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap). Uri menjelaskan, pekan depan pun kepala desa yang melakukan pelanggaran pilkada di Pangandaran akan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Ciamis.

Uri menerangkan, awalnya ada masyarakat yang melaporkan tindakan kepala desa tersebut ke panwaslu Kecamatan Parigi. Masyarakat membuat laporan dan panwaslu menerima laporan dari masyarakat dengan dilengkapi alat bukti termasuk rekaman. Setelah itu perkara dilimpahkan ke panwaslu kabupaten.

Setelah panwaslu kabupaten melakukan verifikasi sampai rapat pleno. Dinyatakan laporan yang dibuat masyarakat dapat diteruskan ke penyidik kepolisian. Pada akhirnya kepala desa tersebut menjalani proses hukum tindak pidana pemilu di Pengadilan Negeri.

Menurut Uri, kepala desa ini bisa diancam hukuman minimal satu bulan penjara dan maksimal enam bulan penjara. Denda minimal Rp 600 ribu dan maksimal Rp 6 juta. Untuk status jabatan kepala desa menurut Uri, diputuskan nanti sesuai hasil keputusan sidang di pengadilan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement