REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Akademisi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof Dr Syafruddin Kalo,SH mengatakan KPK harusnya mengusut pajak yang tidak masuk kas negara. Menurutnya, jumlahnya bisa sangat besar.
"KPK diharapkan dapat mengusut tuntas penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 5 triliun per tahun dari sektor kehutanan tidak masuk kas negara sepanjang 2003-2014," katanya di Medan, Sabtu (24/10).
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) harus diungkap penegak hukum secara jelas, sehingga masyarakat dapat mengetahuinya, ujarnya. Menurut dia, dana penerimaan negara bukan pajak, tidak perlu ditutup-tutupi dan secepatnya diselidiki oleh KPK, serta siapa saja yang terlibat harus diproses hukum.
"Hukum harus tetap ditegakkan dalam PNPB itu, dan tidak ada pengecualian atau pilih kasih," ujar Syafruddin.
Dia menjelaskan, kemungkinan dana PNBP tersebut berasal dari produksi kayu bulat, hal ini juga perlu diketahui masyarakat. Rakyat juga wajar mengetahui segala perkembangan dan kemajuan pembangunan yang terjadi di negeri ini. Oleh karena itu, katanya, pengelola dana PNBP tersebut harus bisa bekerja secara jujur dan penuh dengan tanggung jawab.
"Pihak pengelolaan PNBP tersebut jangan coba-coba mempermainkan dana untuk negara itu, karena hal ini digunakan untuk kepentingan pembangunan," kata Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
Syafruddin juga menambahkan, apalagi dana PNBP yang belum disetorkan kepada kas negara itu, selama 12 tahun dan dananya juga cukup besar. "Penegak hukum diharapkan harus serius menangani dana PNBP, karena hal ini jelas merugikan keuangan negara," kata staf pengajar Fakultas Hukum USU.
Sebelumnya, Hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan ada potensi penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 5 triliun per tahun dari sektor kehutanan tidak masuk ke kas negara sepanjang 2003-2014.