Kendati sudah ada korban meninggal akibat penolakan tambang pasir di pesisir selatan, namun penambangan pasir liar masih marak terjadi di beberapa kawasan pesisir selatan Lumajang dari barat hingga timur. Kasus terbunuhnya Salim Kancil sebenarnya bisa menjadi momentum untuk membongkar mafia penambangan pasir di Kabupaten Lumajang karena sebagian besar penambangan itu tidak berizin alias ilegal.
"Kawasan pesisir selatan seharusnya tidak dieksploitasi karena ancaman tsunami bisa datang kapan saja, sehingga tidak boleh ada penambangan," katanya.
Dampak kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir di Desa Selok Awar-Awar selama dua tahun itu sudah dirasakan oleh warga sekitar yang berprofesi sebagai petani dan nelayan. "Irigasi pertanian menjadi rusak dan warga tidak bisa menanam padi karena air laut yang menggenangi areal persawahan," kata Koordinator Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar, Hamid.
Almarhum Salim Kancil yang sehari-hari bekerja di sawah tidak bisa memanen hasil padinya karena penambangan yang semakin merusak lingkungan dan irigasi pertanian, sehingga ia bersama 11 teman lainnya membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar sebagai perjuangan untuk menolak eksploitasi penambangan pasir.
"Ada sekitar 40 kepala keluarga yang bertani di sekitar penambangan tidak bisa menikmati hasil panennya karena puso atau gagal panen akibat salura irigasi rusak dan sawah tidak teraliri air," paparnya.