REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar mengaku heran dengan wacana pemberian dana aspirasi bagi anggota DPR. Sebab, kinerja dalam lingkup legislatif, anggota DPR dinilainya masih kewalahan apalagi jika ditambah kewenangan eksekutif.
Erwin menilai kinerja yang dihasilkan anggota DPR selama kepengurusannya belum maksimal dalam mewakili rakyat di bidang legislasi ataupun penganggaran. Ini akan memunculkan ketidaksesuaian jika nantinya harus menanggung tanggung jawab pemerintah.
"Saya heran sekarang kita lihat kinerja DPR belum maksimal baik dari legislasi ataupun budgeting anggaran. DPR masih kewalahan apalagi dikasih kewenangan eksekutif juga," katanya kepada ROL, Kamis (18/6).
Ia khawtir jika hak itu diberikan justru akan menggugurkan kewajiban DPR yang sesungguhnya. DPR, kata dia, seharusnya tidak bertindak di luar koridor kewajibannya apalagi mengambil alih tanggung jawab lembaga eksekutif.
Kebijakan membangun daerah, kata dia, merupakan tanggung jawab eksekutif. Tugas DPR dalam hal itu adalah mengawasi kinerja pemerintah bukan turun langsung membawa dana untuk melakukan tindakan.
Usulan dana aspirasi ini disebutnya diragukan maksud dan tujuannya. Tidak sesuai dengan fungsi DPR sesungguhnya yakni fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.