Kamis 12 Mar 2015 07:51 WIB

Walhi Tuding Undang-Undang Sumber Daya Alam Pesanan IMF

Rep: C14/ Red: Erik Purnama Putra
Aktivis Walhi menunjukkan poster Walhi.
Foto: Antara
Aktivis Walhi menunjukkan poster Walhi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan seluruh uji materil terhadap Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA). Gugatan atas UU SDA ke MK itu dilakukan oleh sejumlah tokoh perorangan dan ormas, termasuk Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).

Menurut Manajer Kampanye Air dan Pangan Walhi M Islah, gugatan ke MK itu didasari oleh fakta bahwa UU SDA merupakan regulasi pesanan dari pihak asing, utamanya Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Pembangunan Asia (ADB).

“UU SDA ini disusun sebagai ‘syarat’ agar pinjaman dari IMF dan ADB bisa cair. Istilahnya, restrukturisasi. Jadi aturan itu (UU SDA) sebenarnya dibuat di bawah tekanan,” kata Islah dalam sebuah diskusi di Kompleks DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (11/3).

Bahkan, menurut Islah, gugatan yang dikabulkan MK pada 18 Februari 2015 itu sebenarnya gugatan kedua dari kelompok-kelompok masyarakat sipil. Islah mengungkapkan, pada saat gugatan pertama diajukan, MK masih pikir-pikir akan dampak bahaya dari pemberlakuan UU SDA.

“Waktu itu keputusan MK, apa yang dikhawatirkan penggugat belum dapat dibuktikan karena UU ini baru berlaku. Padahal, kita sampaikan banyak bukti bahwa UU ini punya potensi sangat besar. Dan memang terbukti,” kata Islah.

Islah pun mencontohkan banyak kasus yang ditemuinya terkait keserakahan perusahaan-perusahaan swasta air minum dalam kemasan (AMDK). Sebelumnya, UU SDA membolehkan swasta mengelola air tanah, bukan air permukaan yang bisa diakses tanpa alat oleh masyarakat biasa.

Adapun untuk perusahaan swasta AMDK itu mengakses air tanah antara lain diperlukan pengeboran. Misalnya, pada mata air. Namun, banyak pihak swasta yang mengelola air tanah sedemikian rupa sehingga, kata Islah, air yang diperuntukkan bagi masyarakat sekitar menjadi surut.

“Maka dia (pihak swasta) mengeringkan mata air yang ada di sana sehingga permukaannya terus berkurang. Itu bisa dilihat di Klaten. Dan biar kelihatannya (air permukaan) isi, itu dialirkan dari sumur bor lain. Akal-akalan mereka saja itu,” tutur Islah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement