REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyatakan, sebanyak 27 korporasi bidang kehutanan yang beroperasi secara ilegal di Provinsi Riau. Mereka pun telah merugikan negara senilai Rp 500 miliar.
"Itu belum termasuk kerugian ekologi atau lingkungan yang ditimbulkan," kata Direktur Walhi Riau Riko Kurniawan, Rabu (17/9).
Dari 27 perusahaan itu, kata dia, 20 di antaranya beroperasi di Kabupaten Siak dan Pelalawan.
Sebanyak 20 korporasi bidang kehutanan itu adalah penerima izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman (IUPHHKHT) di Riau pada 2002-2006. Izin itu diterbitkan mantan bupati Siak Arein AS dan mantan bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar.
Kedua mantan pejabat daerah itu sebelumnya telah dijatuhi vonis bersalah karena terbukti terlibat korupsi bidang kehutanan atas izin ilegal yang diterbitkan.
"Sementara tujuh perusahaan lainnya berada di Kabupaten Indragiri Hilir dan Indragiri Hulu," kata Riko.
Selasa (16/9), Walhi juga telah mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Mereka melaporkan 27 perusahaan itu yang diduga terlibat kasus dugaan korupsi kehutanan.
"Fakta persidangan menyebut dengan jelas bahwa perusahaan-perusahaan kehutanan itu terlibat dalam kasus yang menjerat sejumlah pejabat daerah. Kami juga melaporkan mantan bupati Tamsir Rachman serta mantan gubernur Riau Rusli Zainal terkait kasus yang sama," katanya.
Riko mengatakan, sebenarnya KPK tidak harus menunggu laporan ini untuk bisa mengusut sejumlah perusahaan pendistribusi kayu ke PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP), anak perusahaan Sinarmas Grup (APP).
"Karena sebenarnya kasus ini telah inkrah dan fakta persidangan dengan jelas menyebut sejumlah perusahaan itu terlibat. Harusnya KPK juga menjerat perusahaan penerima izin para terpidana itu," katanya.
Dengan laporan ini, kata Riko, Walhi mendesak agar KPK dapat bekerja cepat serta menyeret sejumlah perusahaan penerima IUPHHKHT ke persidangan.