Senin 16 Dec 2024 06:21 WIB

Walhi Sebut Bencana di Sukabumi Akibat Maraknya Aktivitas Tambang, Ini Respons Pj Bey

Pada 3 dan 4 Desember terjadi bencana banjir dan longsor di Kabupaten Sukabumi.

Sejumlah warga menyaksikan dampak banjir bandang di Kampung Cieurih, Desa Datarnangka, Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (5/12/2024). Bencana banjir bandang dan tanah longsor di sejumlah titik di wilayah Kabupaten Sukabumi pada Senin (2/12/2024) tersebut mengakibatkan tiga korban meninggal dunia dan empat orang lainnya masih dinyatakan hilang.
Foto: ANTARA FOTO/Iman
Sejumlah warga menyaksikan dampak banjir bandang di Kampung Cieurih, Desa Datarnangka, Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (5/12/2024). Bencana banjir bandang dan tanah longsor di sejumlah titik di wilayah Kabupaten Sukabumi pada Senin (2/12/2024) tersebut mengakibatkan tiga korban meninggal dunia dan empat orang lainnya masih dinyatakan hilang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjabat (Pj.) Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin menanggapi pernyataan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar terkait dengan pemicu terjadi bencana yang terjadi di Kabupaten Sukabumi pada Rabu (4/12/2024). Walhi mengatakan bahwa yang menjadi pemicu terjadi bencana banjir dan tanah longsor di kabupaten terluas kedua di Pulau Jawa dan Bali adalah maraknya aktivitas penambangan.

"Mengenai dugaan tambang yang menjadi penyebab utama terjadinya bencana perlu dilakukan pengkajian dan penelitian yang mendalam dengan melibatkan kementerian terkait," kata Gubernur Jabar Bey Machmudin di Sukabumi, Ahad (15/12/2024).

Baca Juga

Menurut Bey, aktivitas penambangan tidak hanya terjadi wilayah Sukabumi, tetapi juga terjadi di beberapa daerah di provinsi ini. Maka dari itu, kajian terkait dengan pertambangan harus dilakukan mulai dari perizinan.

Meski demikian, Pemerintah Provinsi Jabar akan bertindak tegas apabila ditemukan adanya perusahaan atau aktivitas tambang yang melakukan pelanggaran dan tidak memperhatikan dampak lingkungan. Untuk melakukan kajian terhadap perizinan tambang, pihaknya terlebih dahulu mempelajari dokumen perizinan, kemudian alasan diberikan izin apakah aktivitas penambangan itu tidak ramah lingkungan.

Pada prinsipnya, kata dia, penegakan aturan dan hukum harus dilakukan. Jika ditemukan adanya pelanggaran, izinnya harus dicabut. Terlepas dari lingkungan, kata Bupati Sukabumi Marwan Hamami, banyak hal yang saling terkait dengan faktor pemicu terjadi bencana di daerah ini.

"Semua itu akan dicermati serta dikaji untuk selanjutnya dievaluasi," ujarnya.

Marwan mengutarakan bahwa dampak bencana selalu membuat persoalan yang saling terkait seperti dampak dari pertambangan. "Penataan ruang atau perubahan tegakan tentu akan dicermati dan dikaji terlebih dahulu. Hasil dari pengkajian itu menjadi bahan evaluasi bagi Pemkab Sukabumi ketika merekomendasikan izin tambang ke Pemprov Jabar maupun kementerian terkait," katanya.

Adapun hasil temuan tim investigasi Walhi di lapangan, bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Kabupaten Sukabumi pada tanggal 3 dan 4 Desember 2024, kondisi kawasan hutan di wilayah Gunung Guha yang berada di Desa Tanjungsari, Kecamatan Jampangtengah telah terdegradasi. Selain itu, di tempat lain juga ditemukan kondisi hutan dan lingkungan yang sudah rusak akibat tambang emas serta galian kuarsa untuk bahan baku semen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement