REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG – Aktivitis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai penanganan permasalahan agraria di Provinsi Sumatera Selatan sangat lamban. Akibatnya, banyak konflik agraria yang hingga kini belum bisa diselesaikan dengan baik.
"Sebagai contoh permasalahan agraria di Kabupaten Ogan Ilir (OKI) yang mengakibatkan konflik berkepanjangan antara masyarakat dan pihak perusahaan perkebunan milik negara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII. Konflik ini telah banyak menimbulkan korban jiwa, luka-luka, dan cacat fisik. Hingga kini belum ada tanda-tanda akan berakhir," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hadi Jatmiko, Sabtu (8/3).
Menurut dia, permasalahan agraria di OKI dan beberapa daerah Sumsel lainnya, seharusnya tidak dibiarkan berlarut-larut tanpa penanganan yang serius oleh pihak pemerintah daerah dan instansi terkait.
Membiarkan permasalahan agraria berarti memelihara konflik yang sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya keributan antara pihak yang bersengketa.
Jatmiko menjelaskan, permasalahan agraria di wilayah provinsi yang memiliki 15 kabupaten dan kota ini cenderung mengalami peningkatan. Oleh sebab itu, perlu segera dicarikan solusinya agar tidak semakin banyak warga kehilangan lahan sumber penghidupan keluarga mereka.
"Sekarang ini terdapat sekitar 30 kasus sengketa agraria yang terungkap di Sumsel. Berdasarkan hasil pengamatan aktivis lingkungan di lapangan dan informasi dari masyarakat jumlahnya bisa lebih dari itu," ujarnya.
Melihat banyak koflik agraria yang belum diselesaikan dengan baik, Walhi Sumsel mendesak pemerintah daerah dan pihak berwenang segera mencarikan solusinya.