REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Sejumlah tokoh di Australia menyerukan Pemerintah Indonesia untuk menghentikan eksekusi mati pada dua warga mereka, Andrew Chan dan Myuaran Sukumaran. Mereka juga meminta pemerintah Australia terus melakukan upaya membebaskan keduanya dari eksekusi.
ABC News melaporkan, mantan Jaksa Agung Philip Ruddock, yang menjadi jaksa agung saat penangkapan Bali Nine pada 2005, mengatakan Australia perlu mengkampanyekan penghapusan hukuman mati tak hanya saat ada warganya yang akan di eksekusi. Menurutnya setelah ini, Australia juga harus gencar mengkampanyekannya ke seluruh dunia.
Ruddock mengatakan, ia telah lebih dari 20 tahun menentang hukuman mati. Ia pun telah menawarkan untuk bekerja sama dengan Indonesia melawan hukuman mati. Sementara itu, mantan hakim Pengadilan Tinggi Australa Michael Kirby mengatakan, Chan dan Sukumaran sedang menghadapi eksekusi barbar.
"Eksekusi oleh regu tembak adalah bentuk eksekusi paling kejam dan barbar. Jika Anda melakukan eksekusi ini, benar-benar kejam," ungkapnya.
Kirby mengatakan, Austrlaia telah memohon penundaan eksekusi untuk dua warganya. Tapi Kirby juga menyesalkan peran Kepolisian Federal Australia dalam penangkapan kedua tersangka pada 2005. Sehingga menurutnya, sudah sepantasnya pula Australia berjuang menyelamatkan keduanya.
"Obat-obatan ini diambil dari Indonesia ke Australia dan sayangnya polisi berbagi informasi pada Pemerintah Indonesia," katanya.
Sementara itu, seniman Australia Ben Quilty yang baru kembali dari Bali menyatakan telah mengucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya pada kawannya Sukumaran. Ia mengatakan, banyak orang masih berupaya keras melakukan apa yang mereka bisa lakukan untuk membebaskan keduanya.
"Jelas masih ada proses pengadilan dan pengacara dan banyak orang -orang hebat bekerja sekeras yang mereka bisa untuk menemukan harapan," katanya. Tapi menurutnya, kemarin saat terakhir bertemu Sukumaran telah mengucapkan selamat tinggal padanya.