REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Penutupan Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) keenam di Yogyakarta Rabu, (11/2) dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam pidatonya, Presiden Jokowi sempat menguraikan permasalahan ekonomi Indonesia di hadapan 700 peserta kongres dan para tokoh Muslim Nasional.
Presiden menyebut, persoalan ekonomi Indonesia jangan hanya berfokus pada peningkatan pendapatan Nasional, tapi juga pemerataan distribusi kekayaan. “Inilah persoalan yang saya lihat di lapangan. Jangan hanya peningkatan ekonomi, melainkan juga pemerataan. Itu yang sering kita lupakan,” ujar Presiden Joko Widodo, Rabu (11/2).
Presiden menambahkan, kendala persoalan pemerataan ialah adanya gap antara kaum miskin dan kaum kaya. Presiden mencontohkan, bila orang naik ke gedung bertingkat di kawasan Sudirman, Jakarta, maka akan benar-benar tampak kesenjangan ekonomi di kawasan, misalnya, Marunda dan Tanah Tinggi, Jakarta.
“Gap itu terlalu lebar. Kelihatan sekali. Dan sakitnya juga terasa di sini,” kata Presiden Jokowi sembari menunjuk dadanya.
Presiden Jokowi juga mengkritik pendekatan penyelesaian masalah yang memakai cara kuantitatif statistik belaka. Misalnya, kata Presiden, menurut statistik jumlah penduduk miskin di Indonesia ialah 28 juta orang atau 11 persen dari total penduduk.
“Tapi menurut saya (jumlah penduduk miskin), lebih. masak ada istilah hampir miskin, diduga miskin. Pas saya tanya, yang ditanya juga bingung apa bedanya? Sudahlah, tidak usah pakai istilah-istilah yang begitu. Miskin ya miskin,” ujarnya menambahkan.