REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI -- Kasat Reskrim AKP. Irianto Jhon, di Manokwari, Papua Barat, telah memanggil dan memeriksa tersangka AY yang mengklaim diri sebagai Ketua Himpunan Peternak Indonesia (HPI) Papua Barat dan S yang mengklaim diri sebagai Koordinator peternak di Kampung Sumber Boga.
Usai menjalani pemeriksaan, keduanya langsung ditahan di ruang tahanan Polres Manokwari, khusus tersangka S ditahan di ruang tahanan wanita.
''Beberapa orang yang terlibat juga akan kami panggil termasuk pengusahanya yang juga merupakan anggota DPR RI terpilih 2014-2019 dari daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Papua,'' jelas Irianto.
Menurut Irianto, hasil pemeriksaan saksi-saksi menyebutkan dana sebesar Rp. 50 Milyar lebih itu telah cair seratus persen.
Diduga kuat penggunaan dana tidak sesuai dengan rencana usaha kelompok (RUK). Padahal dalam dokumen kontrak terdapat 106 kelompok ternak yang tersebar diwilayah Kabupaten Manokwari.
Sementara di Kabupaten Teluk Wondama tersebar 40 kelompok ternak. Dari jumlah tersebut ada kelompok yang diduga fiktif. Bahkan ketua kelompok yang tercatat di dokumen sudah dimintai keterangan dan mengaku tidak mengetahui keberadaan kelompok tani tersebut.
Jumlah dana yang diterima masing-masing kelompok bervariasi. Tergantung dari program kegiatan masing-masing kelompok. Tetapi yang tertinggi sebesar Rp. 510 juta dan yang terendah Rp 75 juta perkelompok.
Sapi-sapi tersebut ada yang dibeli di pasar lokal Manokwari. Namun, khusus tersangka AY membeli 221 ekor sapi di Kobisonta, Maluku Sebanyak 100 ekor sapi untuk Kabupaten Manokwari dan 121 untuk Kabupaten Teluk Wondama.
Juru Bicara (Jubir) KPK Johan Budi mengatakan penyidik KPK sudah mendampingi penyidik Kejati Papua penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan sapi tersebut.
''Saat ini kami membantu penuh bersama-sama penyidik Kejati Papua dan Kejari Manokwari dalam penangganan penyidikan dugaan penyelewengan dana dugaan korupsi pengadaan sapi di Papua Barat senilai RP 280 miliar,'' ujar Johan saat dihubungi, Selasa (30/9).
Menurut Johan, KPK menduga para pelaku yang terlibat dalam kasus tersebut telah menimbulkan kerugian negara dan penyalahgunaan wewenang dari para pejabat terkait.
''Kalau dilihat dari pasal ayat 2 ayat 1 atau pasal 3, ada dugaan penyalahgunaan wewenang yang kemudian menyebabkan ada kerugian negara. Kemudian ada dugaan mark up dalam pelaksana dari proyek tersebut. Tapi itu semua masih dalam penyidikan,'' pungkas Johan.