REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Jaksa KPK menanyakan soal tolak ukur atau pedoman yang digunakan Bank Indonesia (BI) dalam menilai Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Jaksa Ahmad Burhanudin menanyakan, apakah memorandum of understanding (MoU) dengan perbankan Eropa ketika itu turut menentukan pemberian status Bank Century sebagai bank gagal sistemik.
Boediono mengatakan, BI tak hanya menggunakan pedoman dari satu wilayah. Standar penentuan bank gagal berdampak sistemik Uni Eropa yang ada ini pun ditambah dengan pengalaman Indonesia di tahun 1998.
“Kita tambah juga yang dari Indonesia, seyogyanya itu pantas dimasukan karena pengalaman sudah jelas dirasakan,” kata dia.
Boediono berujar, penanggulangan acaman krisis di tahun 2008 dapat ditangani dengan baik karena saat itu banyak pejabat BI yang sudah pernah menghadapi situasi serupa pada tahun 1998. Sehingga, pengalaman yang mereka miliki ini dipandangnya ampuh untuk mengatasi gejala krisis 2008.
“Kita gunakan contoh konkret pada tahun 1998 sebagai contoh, di sana psikologi pasar juga dimasukan,” kata Boediono. Kemudian, jaksa menanyakan jika MoU antara BI dengan perbankan Eropa tidak ada ketentuan psikologi pasar. Jaksa pun kembali menanyakan dasar hukum BI menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
“Itu disesuaikan dengan kondisi, karena dalam MoU pun ada makna kata ‘antara lan’. Apa tidak boleh dimasukan perhitungan lain sesuai analisa?” ujar Boediono balik bertanya. Jaksa kembali bertanya, "Ada ahli psikologi pasar yang dilibatkan?
“Tidak perlu, mengundang dari luar negeri apalagi. Banyak pejabat BI yang dulu merasakan krisis 1997-1998 masih bekerja di BI. Saya sendiri dulu adalah direktur, ibu Miranda juga, ada Budi Mulya dan lainnya yang sudah ahli luar biasa,” ujar Boediono.