Jumat 11 Apr 2014 15:32 WIB

Keinginan Warga Baduy untuk Membaca, Berawal dari Z (3)

Rep: c60/ Red: Bilal Ramadhan
Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar
Foto: Schinta
Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar

REPUBLIKA.CO.ID, “Akhirnya saya ikut sekolah paket B,” kata salah satu warga Baduy, Sarpin (43 tahun), dalam perbincangan dengan Republika beberapa waktu lalu.

Dia tahu, keputusannya mengikuti saran temannya untuk belajar secara formal merupakan pelanggaran terhadap adat yang mengikatnya. Namun keinginan untuk belajar kian besar dan tak terbendung.

Pada akhirnya, keputusannya mengenyam pendidikan yang melanggar adat, berbuah manis. Dia yang sehari-hari bekerja sebagai petani cokelat dan peternak ayam daging, kerap dipercaya untuk memegang amanah warga kampung, terutama yang berkaitan dengan masalah administratif.

Hingga dalam perhelatan politik Pemilu 2014, Sarpin terpilih menjadi ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) desa Kenekes membawahi 15 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di seluruh perkampungan Baduy. Dia dipercaya untuk mengatur kelancaran pemilihan untuk sekitar 7 ribu warga Baduy.

Bisa dikatakan, Narman dan Sarpin merupakan dua warga dari puluhan ribu warga Baduy yang tidak sepenuhnya taat terhadap adat Baduy yang tergolong teramat ketat. “Belajar membaca dan menulis bisa dikatakan melanggar adat, tapi kalau boleh jujur, akhirnya bermanfaat untuk orang banyak,” kata Sarpin.

Walaupun, Narman dan Sarpin hidup dalam perkampungan di Baduy yang berbeda. Namun kondisi kampung keduanya hampir sama. Secara umum pemukiman warga Baduy hanya diisi kurang dari 100 rumah dengan jumlah penduduk kurang lebih 300 jiwa.

Fasilitas umum dalam sebuah perkampungan hanya berupa kamar mandi umum. Itu pun jumlahnya hanya lima di setiap kampung. Walau ada kamar mandi dan toilet yang disediakan, warga masih lebih nyaman untuk mandi dan mencuci di sungai di samping pemukiman.

Di pagi dan sore hari, warga yang mandi dan mencuci di sungai, jauh lebih banyak dari pada mereka yang mandi di kamar mandi umum. Setelah mengetahui manfaat akan kemampuan membaca, jauh dari dalam hati, Narman berharap, suatu hari akan ada perubahan aturan adat yang memperbolehkan warganya belajar membaca dan menulis, dengan tetap berpegang teguh kepada adat-istiadat suku Baduy.

“Saya harap, masa itu akan datang. Namun, kami warga Baduy, tetap akan mempertahankan budaya Baduy dari modernisasi,” ujar Narman di saat malam menyelimuti kampung Baduy dalam gelap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement