Sabtu 23 Nov 2013 21:48 WIB

'Tak Ada Jaminan Pelajar Dikeluarkan Bakal Berhenti Tawuran'

Rep: Wahyu Syahputra/ Red: A.Syalaby Ichsan
Puluhan siswa dan mahasiswa menggelar aksi solidarisme menentang tawuran antar pelajar yang belakangan marak terjadi.
Foto: Republika/Rakhmawaty
Puluhan siswa dan mahasiswa menggelar aksi solidarisme menentang tawuran antar pelajar yang belakangan marak terjadi.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMANGGI -- Maraknya tindak kriminalitas yang dilakukan pelajar seperti tawuran mengundang reaksi pengamat.

Psikolog Anak dan Remaja Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Diana Mutiah mengatakan, pemberian hukuman seperti pelajar yang dikeluarkan dari sekolah karena tawuran bukan solusi. ''Tida ada jaminan mereka berubah,'' kata dia, Sabtu (23/11).

Ia melanjutkan, hal yang harus dilakukan ialah mencari sumber siswa yang menjadi provokator. Pasalnya, pelajar jaman sekarang memiliki tipikal yang senang berkelompok. Dan di dalamnya ada yang 'dipelonco' dan ada yang 'memelonco'.

Menurutnya, pendidik harus tahu di level mana pelajar yang dikeluarkan itu berada. Lagipula, solusinya bukan mengeluarkan pelajar, tapi membinanya kembali.

Pemisahan harus dilakukan antara pelajar yang sudah mencapai tahap kenakalan yang 'ekstrem' sampai menuju ke tindak kriminalitas dengan pelajar yang masih pemulah.''Ini kan gak bisa disamakan,'' kata Diana.

Pendidik harus mencari tahu sebab anak tersebut ikut tawuran. Bisa saja karena ada tekanan dari kelompoknya. Menurut Diana, pada dasarnya, terjadi perubahan yang signifikan dari kenakalan remaja.

Kenakalan remaja makin bervariasi. Dahulu, mungkin mereka hanya tidak masuk sekolah atau tawuran dengan menggunakan batu.''Tapi sekarang sudah gunakan senjata tajam,'' kata dia.

Peran didik guru, orang tua, dan masyarakat sangat dibutuhkan. Remaja merupakan manusia yang menuju tahap dewasa. Dalam istilah psikologi pencarian sebuah hal untuk diakui keberadaannya atau eksistensinya.

Sebelumnya, sebanyak 13 orang siswa sebuah SMK swasta yang terlibat aksi tawuran di wilayah Ciputat dikeluarkan oleh pihak sekolah, pada Jumat (8/11). Merasa tidak terima, 13 siswa itu pun melakukan perusakan seperti memecahkan kaca sekolah, merusak bangku, dan atap sekolah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement