REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Belakangan, teror marak mengincar anggota kepolisian di berbagai wilayah. Namun, kondisi itu tidak terjadi di Surabaya. Sejak tiga tahun terakhir, Surabaya tidak pernah mengalami teror terhadap aparat kepolisian. Kedeketan terhadap masyarakat dinilai menjadi kunci kerukunan tersebut.
Kasubag Humas Polrestabes Surabaya, Kompol Suparti mengatakan, memang kerap melakukan aktifitas yang merangkul warga. Bahkan, penangkapan tindak kriminalitas, sering kali diperoleh dari informasi masyarakat yang melapor ke polisi.
"Sudah tiga tahun terakhir ini, polisi dan masyarakat menjalin hubungan yang harmonis," kata Suparti pada Republika di Mapolerstabes Surabaya, Sabtu (24/8).
Namun, bukan berarti tidak ada kewaspadaan terkait aksi teror yang melukai hingga menewaskan anggota kepolisian. Menurutnya, belum lama ini, Polrestabes Surabaya menggencarkan kembali latihan menembak pada semua satuan unit yang ada.
Menurutnya, bila menggunakan senjata api awalnya hanya menjadi kepiawaian unit resor kriminal (reskrim), sekarang semua elemen harus dapat menguasainya. Namun, hak untuk mengantungi pistol tetap dibatasi, karena tidak semua dinyatakan layak. "Polisi yang boleh membawa senjata, sudah dianggap lulus tes, tidak sembarangan," ujarnya.
Untuk mewaspadai hal lain, lanjutnya, pengunjung yang hendak masuk ke Mapolrestabes Surabaya menggunakan sepeda motor, wajib melepas jaket. Hanya saja, hal itu sudah menjadi standar opersional. "Kemarin tidak diberlakukan karena kondisi terpantau aman. Belum ada isu penembakan atau teror mencekam lainya," katanya.
Berbeda dengan Polda Jatim yang dinilai lebih ketat. Pengunjung roda dua wajib turun dari kendaraan dan melapor ke petugas keamanan. Selain itu, mereka juga dibekali kartu tamu yang ditukarkan dengan identitas kependudukan (KTP).