Jumat 13 Apr 2012 13:35 WIB

DPR Buruk, Proporsional Terbuka Disalahkan

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Taufik Rachman
  Partai peserta pemilu 2009 (ilustrasi).
Foto: deucemielosay.blogspot.com
Partai peserta pemilu 2009 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Anggota Fraksi PDIP, Arif Wibowo, menyatakan rendahnya kualitas anggota DPR disebabkan sistem pemilu yang salah. Sistem proporsional terbuka dinilai sebagai induk yang melahirkan anggota DPR seperti sekarang ini.

"Masyarakat tidak lagi mempercayai partai. Padahal partailah yang mengetahui siapa kadernya yang layak menjadi wakil rakyat," jelas Arif, saat dihubungi, Jumat (13/4).

Dalam sistem terbuka, masyarakat langsung memilih caleg yang diinginkan tanpa mengetahui lebih lanjut kualitas caleg tersebut. Yang paling utama bukanlah kualitas, tetapi popularitas. Semakin populer semakin mudah dipilih rakyat.

Alhasil, jelas Arif, kualitas produk legislasi pun bukan berdasarkan kualitas, tetapi popularitas. Prinsipnya, yang penting ada yang diselesaikan, bukan mementingkan target yang sudah disepakati.

Dia menyatakan penting sekali bagi parpol diberi wewenang penuh untuk memilih kadernya untuk menjadi wakil rakyat. Hal ini nantinya akan mempengaruhi kredibilitas partai. "Kalau ternyata kader yang dipilih partai korupsi maka partai akan hancur," imbuhnya. Jika kader parpol malas, tidak pernah menghadiri rapat di DPR, berbuat hal nyeleneh, maka partai akan disikat rakyat. Disinilah menurutnya, masyarakat harus mengerti pentingnya sistem proporsional tertutup.

Sayangnya, sistem tersebut diabaikan parlemen. Sistem terbuka dianggap lebih layak. Pihaknya pesimistis wajah parlemen akan mengalami perubahan ke arah positif. Ini melihat tidak ada perubahan krusial dalam Undang-Undang Pemilu untuk 2014.

Arif tak melihat perubahan krusial dalam UU Pemilu. Di antaranya soal bagaimana menciptakan sistem presidensial yang efektif dan berbasis multipartai yang sederhana. "Maka jelas itu tidak akan tercapai," ujar Arif.

Memetakan situasi parlemen di masa depan, ia masih melihat parlemen yang berformasi pada partai-partai, rekrutmen calon legislatif yang tidak terkontrol secara baik, dan kaderisasi partai yang tidak bisa terdorong dengan optimal. Ini yang membuatnya pesimistis dengan wajah parlemen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement