REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Polri membantah adanya kekerasan dan pelanggaran HAM dalam pembubaran Kongres Papua III. Apa yang dilakukan, kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Saud Usman Nasution, telah sesuai prosedur.
"Para peserta kongres yang malah melakukan kekerasan dengan melakukan perlawanan kepada polisi dan timbulah kejadian pembubaran itu," kata Saud yang ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (4/11).
Saud menjelaskan pada hari pertama dan kedua pelaksanaan kongres berjalan lancar sesuai dengan ijin kepada kepolisian. Namun, pada hari ketiga yang menjadi penutupan kongres, peserta membacakan deklarasi kemerdekaan Papua serta mengibarkan bendera 'Bintang Kejora'. Polisi pun mengambil tindakan untuk membubarkan acara, namun ada perlawanan dari peserta kongres.
Polda Papua pun menangkap seluruh peserta kongres dan dibawa ke Mapolda Papua untuk menjalani pemeriksaan. Polisi menetapkan lima orang tersangka yang dikenakan pasal maker: Forkorus Yaboisembut (FY), Eddison G Waromi (EGW), August Makbrowen Senay (AMS), Dominikus Serabut (DS) dan Selpius Bobi (SB).
Forkorus Yaboissembut merupakan ketua Dewan Adat Papua (DAP) dan pada saat penutupan kongres diangkat menjadi pemimpin pemerintahan transisi sebagai Presiden Republik Federal Papua Barat dan membacakan deklarasi.
Edison G Waromi sebagai presiden eksekutif otorita Papua dan diangkat menjadi Perdana Menteri Republik Federal Papua Barat. August Makbrowen Senay sebagai koordinator logistik. Dominikus Serabut (DS) sebagai sekretaris Dewan Adat Wamena dan Selpius Bobi sebagai Ketua Panitia Kongres Papua III. "Lima tersangka ini terancam hukuman 10 tahun penjara," ujarnya.