REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Koalisi Anti Calo Anggaran menemukan sejumlah indikasi terkait praktik percaloan anggaran di DPR RI.
Hal ini disampaikan Presiden Indonesian Budget Center (IBC), Arif Nur Alam usai bertemu pimpinan KPK di Jakarta, Selasa (28/6). Menurut Arif, persoalan tersebut ditemukan sejak proses pembahasan, pendistribusian hingga penetapan dana serta daerah penerima Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID).
Badan Anggaran DPR dalam proses penetapan dana DPID dinilai sepihak tanpa melibatkan wakil pemerintah, dalam hal ini Kementrian Keuangan. "Dari sini kuat dugaan bahwa proses persetujuan dana DPID tersebut hanya dilakukan di tingkat pimpinan Badan Anggaran DPR tanpa melalui rapat kerja Badan Anggaran," ujar Arif yang didampingi perwakilan ICW, LBH Jakarta, YLBHI, GPSP, dan Aliansi Pembayar Pajak.
Proses pembahasan DPID yang dilakukan pimpinan Badan Anggaran DPR ini, masih terangnya, jelas menyalahi ketentuan UU No 27/ Tahun 2009 tentang MPR,DPR dan DPRD pasal 107 ayat (2). Pasalnya dalam ketentuan ini dijelaskan bahwa kewenangan Badan Anggaran dalam pembahasan APBN hanya membahas berdasarkan hasil kerja Komisi.
Persoalan berikutnya, Badan Anggaran menganulir kesepakatan yang telah dibuat bersama dengan pemerintah pada rapat panitia kerja (panja) penentuan daerah penerima DPID.
Akibat keputusan ini, ada daerah miskin yang memenuhi syarat dan kriteria namun tidak menerima alokasi dana untuk mendorong percepatan pembangunan daerah dalam rangka desentralisasi fiskal ini.
"Berubahnya keputusan daerah penerima DPID ini diduga kuat terkait dengan praktik percaloan anggaran yang dilakukan oleh para anggota DPR tersebut," imbuhnya.
Masih terkait percaloan anggaran, perwakilan ICW, Abdullah Dahlan menambahkan, dana DPID yang dialokasikan dari APBN tahun anggaran 2011 --sesuai UU No 10/Tahun 2010 tentang APBN tahun 2011-- mencapai Rp7,7 triliun lebih.
Namun dana ini justru digunakan untuk kepentingan elit politik melalui mafia anggaran. "Karena mekanisme penentuan dan penetapannya yang tak wajar atau bahkan ilegal," ujarnya.