Selasa 14 Feb 2023 16:18 WIB

'Hukuman Ferdy Sambo Masih Bisa Berubah Menjadi Penjara Seumur Hidup'

DPR menegaskan, revisi KUHP bukan untuk mengakomodasi Ferdy Sambo.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Terdakwa Ferdy Sambo bersiap menjalani sidang vonis kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Majelis Hakim menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman mati.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Ferdy Sambo bersiap menjalani sidang vonis kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Majelis Hakim menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman mati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, vonis hukuman mati untuk Ferdy Sambo masih menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang lama. Sedangkan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru berlaku tiga tahun setelah diundangkan.

Namun, ia menjelaskan bahwa vonis terhadap Sambo tersebut belum inkrah. Mantan Kadiv Propam Polri itu masih dapat mengajukan banding hingga grasi ke Presiden untuk mendapatkan persetujuan dari Mahkamah Agung (MA).

Baca Juga

"Nah proses itu bisa kemudian melewati masa tiga tahun. Nah setelah melewati masa tiga tahun akan berlaku KUHP yang baru," ujar Arsul di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/2/2023).

"Jadi dalam konteks pidana matinya Pak Ferdy Sambo tetap terbuka kemungkinan bahwa nanti perubahan menjadi pidana seumur hidup, karena sistem yang kita atur, yang kita tetapkan dalam KUHP kita," sambungnya.

Kendati demikian, ia menegaskan bahwa KUHP yang baru disahkan oleh DPR bukan untuk mengakomodasi Sambo. Sebab, terkait hukuman mati sudah menjadi perdebatan berbagai pihak sejak lama.

"Kan ada ratusan, 240-an kalau tidak salah terpidana mati yang bisa. Jadi juga akan mengalami perubahan, kecuali dieksekusi sebelum itu (KUHP yang baru) berlaku," ujar Wakil Ketua MPR itu.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis bersalah terdakwa Ferdy Sambo karena melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J), Senin (13/2/2023). Sambo juga divonis bersalah atas perbuatannya melakukan perintangan penyidikan terkait kematian Brigadir J di Duren Tiga 46. Atas vonis tersebut, majelis hakim menghukum Sambo dengan pidana mati.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan pada 6 Desember 2022, hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.

Pasal 100 Ayat 1 KUHP mengatur, hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam tindak pidana. Namun dalam Pasal 100 Ayat 2 dijelaskan, pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.

Adapun majelis hakim PN Jakarta Selatan memutuskan vonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo. Tanpa adanya embel-embel masa percobaan selama 10 tahun.

Berdasarkan Pasal 100 Ayat 4 KUHP, jika majelis hakim memberikan masa percobaan selama 10 tahun terhadap vonis hukuman mati Ferdy Sambo, maka ketika ia menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji selama masa percobaan tersebut, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

Baca juga : Meski Divonis Mati, Sambo Tetap Bisa Diperkarakan dalam Kasus Konsorsium 303 dan KM50

"Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada Ayat 4 dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan," bunyi Pasal 100 Ayat 5 KUHP.

"Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung," bunyi Pasal 100 Ayat 6 KUHP.

Tim pembela hukum Ferdy Sambo menilai, putusan majelis hakim tak berdasarkan fakta-fakta di persidangan. Bahkan, pengacara Arman Hanis menilai, hukuman pidana mati terhadap kliennya itu hanya berdasarkan pelampiasan kebencian, dan juga adanya tekanan terhadap majelis hakim.

“Kami melihat, hakim dalam tekanan juga,” ujar Arman saat ditemui drusai mendampingi Sambo menjalani sidang vonis kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Hutabarat (J) di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).

 

photo
Masyarakat Nilai Sambo Pantas Dihukum Mati - (infografis republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement