Senin 17 Nov 2025 05:45 WIB

Rusia dan China Diyakini tak akan Veto Resolusi PBB untuk Gaza Usulan AS

Sidang Dewan Keamanan PBB akan mengambil keputusan pada Senin.

Pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai situasi Gaza di Markas Besar PBB, New York, 10 Agustus 2025.
Foto: AP Photo/Stefan Jeremiah
Pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai situasi Gaza di Markas Besar PBB, New York, 10 Agustus 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Para diplomat senior di PBB dilaporkan optimistis bahwa Rusia dan China akan mengambil sikap abstain daripada memveto sebuah resolusi yang diusulkan Amerika Serikat (AS) untuk mengotorisasi sebuah pasukan stabilisasi internasional (ISF) di Gaza. Sidang Dewan Keamanan (DK) PBB dijadwalkan akan melakukan pemungutan suara atas resolusi itu pada Senin (17/11/2025).

"China tidak akan memveto resolusi itu, tapi posisi Rusia masih belum pasti, dan menjadi kunci juga," ujar salah seorang diplomat dikutip Dawn, Ahad (15/11/2025). Sementara, seorang diplomat lainnya menambahkan, "baik China dan Rusia mungkin akan abstain, tapi mereka tidak akan menggunakan hak vetonya."

Baca Juga

Diketahui, berdasarkan draf resolusi usulan AS, PBB akan memberikan mandat selama dua tahun kepada sebuah badan transisi bernama Dewan Perdamaian, yang dipimpin oleh Presiden AS Donald Trump, sesuai dengan 20 poin proposal perdamaian Gaza. Mandat juga diberikan kepada 20 ribu pasukan ISF yang bertugas melucuti kelompok bersenjata non-negara, mengamankan koridor bantuan kemanusiaan, melindungi warga sipil, dan membantu pembentukan struktur pemerintahan. 

Mendukung resolusi usulan AS itu, pada pekan ini, delapan dengan Arab dan Muslim yakni Pakistan, Qatar, Mesir, UEA, Arab Saudi, Indonesia, Yordania, dan Turki, merilis sebuah pernyataan yang meminta percepatan pengesahan resolusi itu di DK PBB. Menurut beberapa diplomat, dukungan itu merefleksikan kekhawatiran mendalam akan meletusnya kembali kekerasan di Gaza.

Ditanya mengapa negara-negara Muslim mendukung resolusi AS, seorang diplomat mengatakan, "Tidak ada yang ingin genosida terhadap Palestina berlanjut".

Di PBB, Pengamat Tetap untuk Negara Palestina, Riyad Mansour, telah bertemu dengan Duta Besar Pakistan untuk PBB Asim Iftikhar Ahmad dan setuju bahwa "pertumpahan darah di Gaza harus dihentikan segera". Utusan Palestina di PBB diyakini juga menyetujui dukungan negara-negara Arab dan Muslim terhadap resolusi usulan AS.

Draf resolusi AS mencantumkan visi Dewan Perdamaian yang akan memimpin pemerintahan transisi di Gaza, namun menuai kritik tajam. Rusia dan China dilaporkan menuntut penghapusan Dewan Perdamaian dari resolusi AS. Adapun terkait mandat ISF untuk "melucuti secara permanen senjata" dari kelompok bersenjata non-negara, termasuk Hamas, menjadi poin sensitif.

Sebagaimana pasukan ISG "menetapkan kontrol dan stabilitas," draf resolusi menuntut penarikan militer Israel dari Gaza tergantung pada persetujuan atas "standar, kejadian, penting, dan kerangka waktu" yang dinegosiasikan antara Israel, ISF, As, dan lainnya.

Merespons kritik, resolusi AS dimodifikasi untuk menegaskan, "sebuah jalan kredibel menuju penentuan nasib sendiri bangsa Palestina dan status diakui sebagai negara merdeka," namun hanya dengan syarat, setelah reformasi Otoritas Palestina dan kemajuan dan pengembangan Gaza.

Beberapa negara Arab dan negara Muslim yang siap mengirimkan pasukan juga menghkawatirkan komposisi dari Dewan Perdamaian. Siapa yang akan memimpin dewan itu, apa peran (jika ada) yang akan dimiliki Otoritas Palestina.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement