REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah AS dikabarkan akan meninggalkan rencana pengerahan pasukan stabilisasi internasional (ISF) yang akan melucuti senjata kelompok bersenjata non-negara termasuk Hamas, sehingga bisa melanjutkan proses pembangunan kembali Gaza. Keputusan itu menurut laporan telvisi Israel dilansir Times of Israel, Ahad (16/11/2025) memicu ketidaksetujuan Israel.
Menurut laporan televisi Channel 13, keputusan terbaru Gedung Putih ini membuat pembicaraan antara AS dan Israel terkait masa depan Gaza menemui 'jalan buntu'. Menurut seorang sumber Israel, sejak AS kesulitan mendapatkan komitmen dari negara-negara pihak ketiga untuk berpartisipasi melucuti Hamas, Gedung Putih mulai mengejar "solusi interim, yang saat ini tidak bisa diterima oleh Israel".
"Solusi interim ini adalah yang terburuk yang ada," ujar seorang pejabat senior Israel kepada Channel 13. "Hamas telah memperkuat diri kembali beberapa pekan terakhir sejak perang berakhir," ujarnya menambahkan.
"Tidak akan ada rehabilitasi sebelum demiliterisasi. Itu bertentangan dengan rencana Trump. Gaza harus didemiliterisasikan."
Pekan lalu, Times of Israel mendapatkan draf resolusi AS untuk Gaza yang akan didorong untuk disahkan oleh Dewan Keamanan (DK) PBB pada Senin (17/11/2025). Draf resolusi itu akan memberikan otorisasi kepada negara-negara "untuk membentuk sebuah Pasukan Stabilisasi Internasional sementara," dan mengindikasikan mandat berlaku hingga 2027.
Menurut laporan lembaga penyiaran publik Kan pada Sabtu (15/11/2025), Israel pada beberapa hari terakhir tengah menyiapkan diri untuk menghadapi masuknya puluhan ribu tentara Asing ke Gaza menyusul pengesahan resolusi DK PBB. Kan menyebut Israel menginginkan ISF diberikan wewenang untuk melucuti Hamas, meski sebagian besar negara hanya mau tentaranya menjadi pasukan perdamaian.
View this post on Instagram