REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengungkap alasan adanya kasus perundungan yang ditutup-tutupi sekolah. P2G menduga kejadian perundungan akan mempengaruhi pengelolaan sekolah.
"Memang ada kecenderungan sekolah-sekolah bahkan daerah itu menutup-nutupi jika terjadi persoalan bullying kekerasan di satuan pendidikannya," Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim kepada Republika, Jumat (14/11/2025).
Satriwan menyinggung adanya dampak bagi pihak sekolah kalau ketahuan adanya kasus perundungan di sana. Pihak sekolah bisa terkena sanksi karena dianggap gagal mencegah perundungan.
"Nah di DKI Jakarta misalnya ada semacam regulasi yang memberikan sanksi, punishment kepada sekolah, kepada kepala sekolah dan guru jika di sekolah itu terjadi kekerasan, jika terjadi bully. Tapi tentu yang dideteksi oleh dinas pendidikan, yang terdeteksi oleh media masa," ujar Satriwan.
Tapi kalau persoalan perundungan di sekolah tersebut tidak tercium oleh media atau tidak viral maka Satriwan menduga tidak ada tindaklanjut. Oleh karena itu, Satriwan berharap Satgas Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di sekolah ini harus mengecek langsung ke bawah.
"Harus bekerjasama dengan Pemda, harus agresif Pemdanya juga. Karena bagaimanapun juga sekolah-sekolah itu milik pemda bukan milik pemerintah pusat," ujar Satriwan.
Satriwan juga sepakat dengan adanya skema reward dan punishment bagi sekolah terkait pencegahan serta penanganan perundungan. Tujuannya agar pihak sekolah serius menangani perundungan.
"Nah sehingga skema reward and punishment kepada sekolah yang terjadi kekerasan saya pikir itu bisa dilakukan. Misalnya sekolah yang terjadi tauran, terjadi kekerasan di situ gitu ya. Kalau di DKI Jakarta itu guru-gurunya dan kepala sekolah diberikan sanksi yaitu tidak mendapatkan tunjangan kinerja daerah atau TKD nya," ucap Satriwan.