REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengakui adanya fenomena sekolah yang menutupi kasus perundungan demi menjaga nama baik. Tetapi, FSGI merahasiakan sekolah mana saja yang melakukan hal semacam itu.
"Ada, tetapi dasarnya bisa jadi bermacam-macam ya. Secara umum mungkin memang untuk menjaga nama baik sekolah," kata Sekjen FSGI Fahriza Marta Tanjung kepada Republika, Jumat (14/11/2025).
Fahriza mengamati pihak sekolah biasanya punya patokan tersendiri mengenai sejauh mana kasus perundungan dapat ditutupi. Kalau skalanya sudah begitu besar menurutnya sekolah akan sulit menutupnya.
"Biasanya sekolah punya semacam prosedur tertentu, sampai di titik mana kejadian bullying akan di-publish. Misalnya ketika persoalannya tidak bisa diselesaikan lagi oleh warga sekolah maka akan dipublish," ujar Fahriza.
Fahriza juga menduga opsi merahasiakan kasus perundungan demi memperhatikan masa depan anak. Pihak sekolah, lanjut Fahriza, tak ingin anak menderita beban psikologis yang begitu berat.
"Upaya menutupi kejadian bullying juga biasa dilakukan agar anak-anak yang bermasalah tidak semakin tertekan," ujar Fahriza.
Guna mencegah kasus perundungan, Fahriza menganjurkan sekolah dan Dinas Pendidikan punya prosedur standar dalam menangani kasus semacam itu sekaligus membentuk tim penanganannya.
"Dan paling penting bagaimana bisa mendeteksi sejak dini kejadian-kejadian bullying di sekolah sebelum menjadi kejadian yang lebih besar lagi," ujar Fahriza.
Fahriza mengingatkan sudah ada Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan sebagai acuan terhadap kasus perundungan. Aturan ini bertujuan menangani kasus kekerasan dengan berkoordinasi dengan pelapor, korban, saksi, terlapor, dan orang tua/wali.
"Mereka juga berkoordinasi dengan pihak lain seperti psikolog, tenaga medis, atau pekerja sosial untuk pemulihan korban," ujar Fahriza.
View this post on Instagram