REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri" dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Adanya putusan MK itu membuat seluruh anggota aktif Polri yang menduduki jabatan sipil harus kembali ke kesatuannya, mengacu Pasal 28 ayat 3 UU Polri. Pasalnya, dalam UU Polri disebutkan bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menyatakan, Putusan MK tersebut menegaskan bahwa Polri memang harus kembali ke khitahnya sebagai pemegang amanat negara terkait tugas-tugas kepolisian. Tugas-tugas polisi itu adalah melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, serta menjaga kamtibmas dan penegakan hukum.
"Itu sudah sesuai UU 12 tahun 2011 tentang Susunan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjelaskan tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia, dan keputusan tersebut sesuai dengan prinsip hirarki perundang-undangan," kata dia kepada Republika, Jumat (14/11/2025).
Ia menilai, aturan yang lebih tinggi harus mengesampingkan aturan yang lebih rendah. Artinya, Peraturan Kapolri, bahkan Peraturan Presiden, tidak bisa bertentangan dengan UU. .
Bambang menjelaskan, dalam Pasal 31 UU Nomor 12 Tahun 2011, disebutkan bahwa penjelasan (penjelasan tambahan) dalam peraturan perundang-undangan bukan merupakan norma hukum yang mengikat. Penjelasan itu hanya sebagai penjelas dan tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan atau tindakan hukum.
Selain itu, Pasal 31 juga menyebutkan bahwa penjelasan tidak boleh bertentangan dengan batang tubuh peraturan perundang-undangan tersebut. Artinya, ketika terdapat pertentangan, maka yang berlaku adalah batang tubuh peraturan tersebut.
"Dengan keputusan MK tersebut, mau tidak mau, semua personel harus ditarik kembali atau diberikan opsi untuk memilih mengundurkan diri untuk alih status menjadi PNS Kementerian/Lembaga atau pensiun dini," kata Bambang.
Ia menilai, ada kemungkinan munculnya resistensi terhadap pada putusan MK itu. Namun, Polri sebagai pelaksana dan penegak hukum harus menghormati dan menaati keputusan hukum yang sudah final.
"Keputusan MK itu sudah final. Tidak ada lagi upaya banding terkait keputusan tersebut," ujar Bambang.