REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS Sukamta mendorong pemerintah Indonesia untuk mengambil peran lebih aktif dalam upaya mediasi perdamaian konflik Sudan, menyusul usulan Pemerintah Sudan untuk melibatkan Turki dan Qatar sebagai mediator tambahan dalam proses negosiasi damai antara Tentara Sudan dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF). Konflik yang telah berlangsung sejak April 2023 tersebut telah menimbulkan dampak kemanusiaan yang sangat besar, termasuk korban jiwa, instabilitas politik, serta gelombang pengungsi.
Pernyataan tersebut merespons keterangan Duta Besar Sudan untuk Indonesia, Dr Yassir Mohamed Ali, di Jakarta, Rabu (5/11/2025), yang menyampaikan bahwa Sudan menginginkan proses mediasi yang lebih inklusif dengan melibatkan pihak yang memiliki kapasitas diplomasi konstruktif di kawasan, termasuk Turki dan Qatar, agar tercipta kesepakatan damai yang adil dan berkelanjutan.
Menurut Sukamta, Indonesia memiliki posisi strategis dan modal diplomasi yang kuat untuk turut berkontribusi dalam proses tersebut.
"Indonesia dikenal sebagai negara yang berpengalaman dalam diplomasi internasional, pendukung kuat penyelesaian konflik secara damai, serta memiliki hubungan baik dengan negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika. Peran aktif Indonesia akan sangat berarti dalam mendorong gencatan senjata dan pembentukan dialog yang adil," ujar Sukamta di Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Ia juga menegaskan bahwa langkah ini sejalan dengan prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif serta kontribusi diplomasi Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD 1945.
"Kami di Komisi I mendorong Kementerian Luar Negeri untuk memanfaatkan jalur diplomasi bilateral maupun forum multilateral, termasuk di PBB, OKI, dan ASEAN Plus Framework. Indonesia dapat bertindak sebagai bridge-builder atau fasilitator untuk memastikan proses mediasi berjalan inklusif dan menghormati hak-hak rakyat Sudan," lanjutnya.
Sukamta juga menekankan urgensi penyelesaian konflik ini mengingat dampak kemanusiaan yang terus memburuk. Laporan PBB menyebutkan bahwa jutaan warga Sudan telah mengungsi dan akses bantuan kemanusiaan menjadi sangat terbatas akibat situasi keamanan yang tidak stabil.
"Prioritas terpenting saat ini adalah perlindungan warga sipil. Kita harus memastikan jalur kemanusiaan dibuka, bantuan internasional dapat masuk, dan kekerasan segera dihentikan. Indonesia dapat menjadi suara moral dan mediator terpercaya dalam proses ini," katanya.
Sukamta menutup dengan menyerukan pentingnya solidaritas global untuk mendukung tercapainya perdamaian jangka panjang di Sudan.