REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta memberikan lampu hijau untuk menaikkan tarif layanan Transjakarta yang sudah 20 tahun tak mengalami kenaikan. Salah satu penyebabnya adalah karena adanya pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD), termasuk dana bagi hasil (DBH), untuk Pemprov Jakarta mulai tahun anggaran 2026.
Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jakarta Muhammad Taufik Zoelkifli mengatakan, wacana kenaikan tarif Transjakarta sudah ada sejak dua tahun lalu. Pasalnya, berdasarkan kajian yang dilakukan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), masyarakat dinilai sudah mampu membayar tarif Transjakarta di atas Rp 3.500.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
"Jadi kemampuan bayar dari warga Jakarta dan keinginan bayar berapa, itu ternyata memang mereka sudah (dikaji). Kalau melihat dari kajian, masyarakat Jakarta sudah mampu untuk membayar lebih dari Rp 3.500," kata dia saat dihubungi, Sabtu (1/11/2025).
Ia menilai, kenaikan tarif itu memang sudah sewajarnya dilakukan. Mengingat, tarif Transjakarta sudah dua dekade tidak pernah naik. Sementara tarif layanan transportasi umum di daerah penyangga rata-rata sudah lebih tinggi dibanding di Jakarta, yaitu Rp5.000.
Ia menambahkan, beban subsidi yang ditanggung Pemprov Jakarta untuk para pengguna Transjakarta terus meningkat. Di sisi lain, pemerintah pusat akan memangkas dana TKD untuk Jakarta, yang angkanya mencapai Rp16 triliun.
Menurut dia, saat ini subsidi yang diberikan Pemprov Jakarta untuk pengguna Transjakarta telah mencapai Rp4,2 triliun per tahun. Pasalnya, rata-rata penumpang Transjakarta dalam sehari bisa mencapai 1,2 juta orang.
"Jadi gambarannya kalau seorang penduduk Jakarta naik Transjakarta, penumpang naik Transjakarta, itu harusnya dia bayarnya Rp15 ribu supaya tertutup gitu ya, kan ya? Tapi karena bayarnya Rp3.500, jadi yang Rp11.500 itu disubsidi oleh Pemprov Jakarta untuk supaya bisa beroperasi," kata dia, yang mengacu terhadap kajian DTKJ pada 2023.