REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tunjangan reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengalami kenaikan hampir 100 persen dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini memantik reaksi publik yang pada Agustus lalu sudah memprotes DPR RI.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebut kenaikan itu sempat mengagetkannya. Apalagi jumlah besarannya terbilang fantastis.
"Peningkatan nilai tunjangan reses anggota DPR hingga nyaris 100 persen dari periode sebelumnya bak petir di siang bolong," kata Lucius saat dikonfirmasi Republika pada Senin (13/10/2025).
Lucius memandang peningkatan nilai tunjangan reses itu mengejutkan karena jumlah tunjangan sebesar itu baru ketahuan sekarang. Besarnya dana yang kini mencapai Rp 702 juta per anggota dipandang tak sebanding dengan transparansinya.
"Bayangkan dari Rp 400 juta di periode lalu, sekarang naik ke Rp 702 juta per anggota, per reses," ujar Lucius.
Lucius juga mengamati saat huru-hara menuntut penghapusan tunjangan perumahan DPR RI pada akhir Agustus hingga awal September lalu, tunjangan reses ini tak ikut disorot. Sebab menurutnya, masyarakat tak menyangka angkanya sebesar itu.
"Ya memang tunjangan reses dan beberapa tunjangan terkait kunjungan anggota ke daerah pemilihan, tak pernah secara jujur disampaikan ke publik selama ini," ujar Lucius.
Selain soal tunjangan, Lucius menyebut segala sesuatu terkait reses dan kunjungan ke dapil memang jadi informasi "hantu" di DPR. Menurut Lucius, agendanya ada, tetapi apa yang dilakukan, dan seperti apa hasil kegiatan reses dan kunjungan itu selalu saja tak pernah dilaporkan ke publik.
"Karena tak ada laporan, wajar kalau kita kaget dengan kenaikan tunjangan reses itu," ujar Lucius.