Sabtu 27 Sep 2025 19:51 WIB

Yusril Ihza Mahendra Ditetapkan sebagai Ketua Dewan Penasihat MABMI

MABMI lahir di Medan pada Juni 1971 lalu.

Ketua Umum PB MABMI Prof DR OK Saidin SHMhum menyerahkan Surat Keputusan pengangkatan Prof Yusril Ihza Mahendera sebagai Ketua Dewan Penasihat PB MABMI.
Foto: istimewa
Ketua Umum PB MABMI Prof DR OK Saidin SHMhum menyerahkan Surat Keputusan pengangkatan Prof Yusril Ihza Mahendera sebagai Ketua Dewan Penasihat PB MABMI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yusril Ihza Mahendra ditetapkan sebagai Ketua Dewan Penasihat Pengurus Besar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (PB MABMI). Surat Keputusan penetapan disampaikan langsung Ketua Umum PB MABMI Prof DR OK Saidin SHMhum di Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Yusril yang dilahirkan di Manggar, Belitung Timur, pada 5 Februari 1956, menerima baik penetapan tersebut. Putra Melayu Belitung yang gemar mengenakan Teluk Belanga pada acara-acara keagamaan dan resmi tersebut kini dipercaya sebagai Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia dalam Kabinet Presiden Prabowo Subianto.

Di jajaran Dewan Penasehat PB MABMI priode 2023-2028 ini terdapat sejumlah anggota, antara lain DR Musa Rajeksah, DR Rahmat Shah, dan Prof DR Mohammad Hatta. Dewan Pakar dipimpin Prof DR Djoharuddin Husin. Penetapan SK ini dihadiri Sekjen PB MABMI Milhan Yusuf, Ketua MABMI Datuk Adil Freddy Haberham dan Asro Kamal Rokan.

photo
Prof Yusril Ihza Mahendera bersama Pengurus Besar MABMI. - (istimewa)

Sebelum menyerahkan Surat Keputusan, Ketua Umum PB MABMI Prof OK Saidin menjelaskan latar belakang kelahiran MABMI di Medan pada Juni 1971 lalu di Istana Maimoon, Medan. Para pendirinya antara lain Sultan Deli, Tuanku Azmi Perkasa Alam, Sultan Serdang Tengku Abu Nawar Sinar, Jenderal Achmat Tahir, Jenderal Raja Sjahnan, Prof. Bahauddin Darus, OK. Salamuddin, Prof. Amin Ridwan, Prof. Amrin Fauzie, dan sejumlah tokoh Melayu lainnya.

Para tokoh Melayu tersebut, menurut OK Saidin, berupaya mengembalikan harkat dan martabat puak Melayu Sumatera Timur yang hancur setelah tragedi kemanusiaan pada 1946. Saat itu, tragedi yang dikenal dengan sebutan Revolusi Sosial tersebut, para bangsawan Melayu dibunuh komunis, istana-istana dibakar, dan kesultanan Melayu (di antaranya Kesultanan Deli, Langkat, Serdang, Asahan) pun lenyap.

Salah seorang korban kebiadaban komunis adalah Tengku Amir Hamzah, tokoh Pujangga Baru dan sastrawan besar Indonesia asal Kesultanan Langkat. “Tubuh dan kepala Amir Hamzah ditemukan terpisah,” ujar OK Saidin.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini juga menjadi saksi penggalian kuburan massal sekitar 70 korban pembantaian keluarga Kesultanan Asahan di Sungai Dadap, Kabupaten Asahan, April 2018 lalu. Menurut OK Saidin, dari kerangka-kerangka yang ditemukan di sumur tua tersebut, ditemukan lobang peluru di bagian kepala korban.

Selain pembataian massal keluarga Kesultanan di Sumatera Timur tersebut, juga pembakaran sejumlah istana, dan perampasan tanah-tanah milik Kesultanan, yang hingga kini dikuasai perkebunan BUMN.

Soal sejarah pembantaian, OK Saidin menyebutkan, PB MABMI akan menulis buku sejarah dengan mengumpulkan sejumlah bukti-bukti.

Yusril Ihza Mahendra beberapa waktu lalu di laman Facebooknya, mengunjungi makam Amir Hamzah di Tanjung Pura, Langkat. Ia juga membaca sejumlah buku tentang kisah Revolusi Sosial tersebut.

“Sebaiknya ditulis sejarahnya oleh para sejarawan dan peneliti,” ujar Yusril.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement