REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG, – Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang memutuskan untuk tidak memberikan pendampingan hukum kepada dosen berinisial D yang diduga melakukan kekerasan terhadap seorang dokter di Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung Semarang. Keputusan ini diumumkan oleh Prof. Jawade Hafidz, juru bicara Unissula, di Semarang pada Kamis.
Dosen Fakultas Hukum Unissula, yang dikenal dengan inisial D, diduga melakukan tindakan kekerasan setelah merasa kecewa dengan pelayanan di RSI Sultan Agung. Meskipun D berhak mendapatkan pendampingan hukum, Prof. Jawade Hafidz menegaskan bahwa dosen aktif di Fakultas Hukum Unissula tidak diizinkan untuk memberikan pendampingan tersebut.
Prof. Jawade, yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Unissula, menyatakan kekhawatirannya bahwa niat baik rekan dosen untuk mendampingi D akan dimaknai secara berbeda. Oleh karena itu, keputusan diambil untuk menghindari kesalahpahaman.
Unissula Berikan Sanksi Akademik
Secara akademik, Unissula telah menjatuhkan sanksi kepada dosen D berupa pembebasan dari tugas dan fungsi akademik selama maksimal enam bulan. Sanksi ini diterapkan berdasarkan rekomendasi dari Dewan Etik Unissula yang telah melakukan investigasi terhadap kasus tersebut.
Dewan Etik bekerja dengan mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak terkait untuk memahami peristiwa yang terjadi. Hasil investigasi tersebut dirangkum dalam rekomendasi yang mengacu pada Surat Keputusan Rektor Unissula Nomor 2663/A.1/SH/III/2023 tentang Kode Etik Dosen Unissula.
Rektor Unissula kemudian menerbitkan SK Nomor 8945/G.1/SH/IX/2025 yang memuat penjatuhan sanksi kode etik kepada dosen bersangkutan. Langkah ini menegaskan komitmen Unissula dalam menegakkan hukum dan menjaga integritas akademik.
Kasus ini juga telah dilaporkan oleh Dokter A, korban dari insiden tersebut, kepada Polda Jateng pada Jumat (12/9), seperti yang dikonfirmasi oleh Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.